Sabtu, 24 November 2012

Tohoshinki - Toki Wo Tomete (Indonesian Cover Lyrics)


Lirik:
Rasi musim panas seperti melayang terbang
Jauh dari pandangan, bergulir turun ke arah gedung
Hari hari itu melewati diri kita
Membawa kenangan yang membuat kita ingin menangis

Toko yang ingin kau kunjungi saat itu
Sudah tak ada lagi di dunia ini, telah hilang
Tetapi kita tetap percaya
Cinta takkan lenyap dengan mudah juga tak berakhir

Hentikanlah waktu, ingin bersamamu selalu di sini
Kupandangi langit, memanjatkan doa
Bintang-bintang itu terang dan bersinar, dimana dirimu?
Kucoba temukan indah wajahmu

Mulutku membisu tidak mampu kuungkapkan
Bahwa dalam hatiku aku mencintaimu selalu
Deburan sang ombak menggetarkan tubuh ini
Mata kita terkunci, terhenti dan tidak ingin lepas

Janji yang ditulis di atas pasir itu,
mungkin sudah terhapus oleh gulungan ombak yang pasang
Dan kita masih tetap percaya
Cinta takkan lenyap dengan mudah juga tak berakhir

Hentikanlah waktu, ingin bersamamu selalu di sini
Aku pun berjanji akan menjagamu
Selalu kuingat semua tentangmu, kucoba percaya
Ada hal yang pasti akan abadi

Hentikanlah waktu, ingin bersamamu selalu di sini
Kupandangi langit, memanjatkan doa
Bintang-bintang itu terang dan bersinar, dimana dirimu?
Kucoba temukan indah wajahmu

Hentikanlah waktu, ingin bersamamu selalu di sini
Aku pun berjanji akan menjagamu
Selalu kuingat semua tentangmu, kucoba percaya
Ada hal yang pasti akan abadi

based on English Translation at makikawaii-jklyrics.blogspot.com
Toki Wo Tomete  Indonesian Cover Lyrics credit to Lala Pacitanlover


Senin, 15 Oktober 2012

Friendship, Not Relationship : Telaah (?) Same-Gender Pairing K-pop di Indonesia

Saya Lala, 20 tahun, single, k-poper tapi tidak hardcore. Saya Cassiopeia (fans TVXQ) dan juga suka IU dan MBLAQ. Saat ini saya sedang suka dengan Wonder Girls. Saya mendengarkan sembarang lagu yang saya suka. Lagu-lagu lama Super Junior (No Other, Sorry Sorry, Marry U, Don't Don, etc.), Shinhwa - Venus, 4minute - Heart2Heart dan Volume Up, BigBang - Haru Haru, Lies dan Sunset Glow, dan seterusnya. Saya sering membaca situs-situs berita k-pop dan mengikuti fanpage-fanpage yang ada di facebook.

Tadi saya bilang saya Cassiopeia kan? Sepertinya perlu saya tegaskan bahwa saya adalah Cassiopeia baru, yang masuk kesana dari album Why (Keep Your Head Down), jadi bisa dibilang bahwa saya ini Cassiopeianya Yunho dan Changmin. Eh, mungkin ada yang menolak klaim bahwa saya Cassiopeia, karena Cassiopeia itu lima bintang :). Haha, bukan itu yang mau saya bahas. Itu urusan fandom, bukan pairing. Tapi yah, ada hubungannya juga sih. TVXQ lama, yang lima bintang tadi (padahal bintang yang terlihat oleh mata telanjang di rasi Cassiopeia cuma ada 2), memiliki satu pairing yang populer sekali, yaitu YUNJAE. Yunho - Jaejoong. Meskipun sekarang pairing itu jelas-jelas pecah sih, Yunho tetap ada di TVXQ bersama Changmin oppa saya :p, sedangkan Jaejoong sudah pergi bersama dua orang adiknya Yoochun dan Junsu membangun rumah baru bernama JYJ. Wah, maaf, lagi-lagi malah bahas TVXQ.

Kenapa pairing ini mengganggu saya? Dulu saya tidak terganggu. Karena yang dipairingkan adalah yang tidak berhubungan dengan saya (KyuMin - Kyuhyun Sungmin sih, sedikit, saya pernah jadi Sparkyu). Tapi akhir-akhir ini, di sebuah group page untuk current TVXQ, pairing untuk HoMin -  Yunho Changmin mulai menggejala. Gerah, gerah. Saya muslim, dan sadar dengan sesadar-sadarnya kalau HOMO dan LESBI itu HARAM. Oke, oke, mungkin pairing itu buat lucu-lucuan saja kan, tapi kalau foto yang brotherhood banget dikatakan lovey dovey, kalau adegan berjuang (bergulat) merobek nametag di Running Man dikasih tanda kutip, itu mengganggu sekali. Sangat. Mereka kan kakak adik, brotherhood, dan Changmin itu jelas-jelas my boy :p, kenapa malah dipairingkan sih?

Pairing ini, ada banyak sekali contohnya. YunJae - Yunho Jaejoong, EunHae - Eunhyuk Donghae, JongKey - Jonghyun Key,  KyuMin - Kyuhyun Sungmin. Yang cewek juga ada, tapi saya lupa. Anggota SNSD kalau nggak salah ingat. Tentu saja, artisnya sendiri saya yakin hanya merasa dekat sebagai sahabat. Tapi fansnya itu yang sibuk berfantasi dengan hubungan keduanya. Fantasinya pun sekehendak hati, bisa jadi sangat liar. Pairing paling populer adalah YunJae dan EunHae. Ada banyak halaman shipper mereka, dan tentu saja bukan mendukung mereka sebagai sekedar Friendship, tapi sudah ke Relationship. Foto-foto editan, fanfic, fact yang dicari-cari, seperti itu deh isi halamannya. Nggak penting dan nggak jelas. Wong cowok sama cowok kok dipairingkan. Foto editannya parah-parah pulak, hiiiiii. Porno lagi, hiiiiii. Fanfic-nya yadong lagi, hiiiii. Berarti kan fantasi si penggemar ini memang liar banget ya. Saya benar-benar heran, penggemar itu pasti gemar sama si artis yang dia pairingkan. Tapi kenapa dia bikin itu artis macem-macem sama artis lain yang notabene cowok? Bukankah kalau kita suka pada sesuatu, kita akan menjadi pencemburu dan posesif? Saya dulu misalnya, pas Changmin main di Paradise Ranch sama Lee Yeonhee, saya sempet nggak suka sama ceweknya itu. Tapi seiring berjalannya waktu, saya jadi masa bodoh sama yang begituan. Saya malah suka bikin pairing Changmin sama artis cewek. Saya ChangU - Changmin IU shipper dulu, dan sekarang suka sama ChangBin - Changmin Yubin. Lho, bleber lagi ini tulisan :)

Saya menangkap beberapa hal dari fenomena pairing ini.
1. Penggemar tidak suka artisnya dekat dengan lawan jenis, karena hal itu bisa mematikan khayalan mereka terhadap si artis. Contoh : Lele suka sekali pada Kyuhyun. Saat Kyuhyun ada stage bareng Seohyun, Lele banting piring. "Kyuhyun oppa milikku!". Begitulah
2. Penggemar suka melihat artisnya menjalani kehidupan normal dengan menjalin persahabatan dengan teman sejenis. Contoh : Saya suka sama Kyuline dan 93-line.
3. Penggemar tidak suka artisnya dekat dengan lawan jenis tapi ingin artisnya memiliki romance. Contoh : No to Yunho-BoA, Yes to YunJae
4. Penggemar terbawa suasana brotherhood artisnya yang kental, pengendalian diri si penggemar kurang, jadilah mereka shipper. Contoh : Hubungan HoMin di awal comeback TVXQ itu bromance, lama-lama sekarang jadi romance (huek).
5. Penggemar mengetahui tentang pairing yang sudah ada, kelihatannya asyik, lalu ikut-ikutan. Contoh : banyak. tapi saya belum ketemu langsung.

Beberapa fanpage TVXQ yang saya ikuti itu sebagian besar orang asing, mereka juga yang mencetuskan pairing HoMin itu tadi, ah sial. Oke, mereka orang asing, LGBT bukan lagi isu buat mereka. TAPI DI PAGE-PAGE INDONESIA, KENAPA ISINYA YUNJAE SHIPPER AJA?? Muak saya sama Yunppa, Jaemma terms yang bertebaran. Isssh, Indonesia itu mayoritas muslim kan? Indonesia itu memiliki norma ketimuran kan? Homo itu aneh kan? LALU KENAPA? KENAPA BANYAK SEKALI YANG JADI SAME-GENDER PAIRING SHIPPER? Bahkan satu halaman facebook tentang YunJae itu parah banget, parah banget, foto porno, fanfic yaoi, itu page dari Indonesia, adminnya posting pakai bahasa Indonesia. Saya jadi pusing dengan banyaknya YunJae shipper dari Indonesia ini. Apakah ini berarti homo-homoan sudah dianggap biasa di Indonesia? Kalau digabungkan dengan acara TV yang sering menggunakan LGBT sebagai lucu-lucuan, sepertinya iya. Pantas saja kaum LGBT di Indonesia juga ikutan ngelunjak.

YunJae shipper di Indonesia, saya belum tahu mengenai hal ini terlalu banyak, karena saya memang tidak terlalu peduli sama masa lalu TVXQ. Saya Cassiopeia versi dua bintang. Pertanyaan saya hanyalah, masuk di kategori mana para YunJae shipper di Indonesia? Kalau masuk kategori 5, yang hanya ikut-ikutan, itu menyedihkan sekali. Apalagi kalau sampai tahap berfantasi yang aneh-aneh, lebih menyedihkan lagi. Masalah homo itu bukan main-main. Itu sudah jelas dilaknat. Saya bukan orang yang suci dan alim, saya juga k-poper, tapi tetap saja ada hal-hal yang tidak boleh terlanggar, ada batasan yang membedakan kita dari k-poper bukan muslim yang ada di luar sana.



sekedar tambahan opini : http://seoulbeats.com/2011/12/the-dangers-of-shipping/

TVXQ - Catch Me (Indonesian Cover Lyrics)


Catch Me, Girl!
Catch Me Now!
(Catch Me if you wanna)

Tak pernah kau buka hatimu untukku, tak sekalipun
Aku seperti melihat dinding, padamu, apa kau tahu?

Kau di depanku namun ku merasa sepi tonight, tonight
Aku menunggumu tapi tak berguna, kau 'kan kutinggalkan

Katakan "tolong jangan pergi" kepadaku
Kau bodoh, 'ku hanya melihatmu
hanya dirimu

Baby, catch me, catch me
catch me, girl, tonight
sebelum diriku pergi (I'm serious, I'm serious)
Jika saja kau tak lepaskan aku, menangis dan menahanku
(I'm serious, I'm serious)

Oh, apakah diriku juga ada dalam hatimu, aku ingin tahu
Sebelum diriku terlalu lelah, katakan, katakan, jawablah

Waktu kan mengikatmu tepat di sini, jangan lepaskanku,
kau akan menyesal, tolong hentikan sikap-sikap bodohmu

Katakan "tolong jangan pergi" kepadaku
Kau bodoh, 'ku hanya melihatmu
hanya dirimu

Untuk sekejap, di dalam pikiranku, penuh kenangan yang indah itu
Jangan lupa takkan ada orang lain yang menunggumu sepertiku

Mohon padaku "Jangan tinggalkan aku", aku 'kan mendengarnya, dan akan menunggu dirimu
Kamu lamban dan ku slalu memandangmu, tolong rubah pikiranmu - why?
Mohon padaku "Jangan tinggalkan aku", aku 'kan mendengarnya, dan akan menunggu dirimu
Bodoh, mengapa aku mencintaimu? hanya kau yang aku punya - why?

Katakan "tolong jangan pergi" kepadaku
Kau bodoh, 'ku hanya melihatmu
hanya dirimu

Baby, catch me, catch me
catch me, girl, tonight
sebelum diriku pergi (I'm serious, I'm serious)
Jika saja kau tak lepaskan aku, menangis dan menahanku
(I'm serious, I'm serious)

(Catch me, if you wanna)


based on English translation by pop!gasa and Indonesian translation by me
Indonesian Cover lyrics by me
bisa coba dinyanyikan dengan musiknya Catch Me, menurut saya sudah cukup pas.

sampel : http://youtu.be/ABdJb6oCZoA
MV

Senin, 01 Oktober 2012

No Other / episode 4


Pagi ini cerah. Jieun sedang sibuk di dapur, membuat sup kimchi untuk sarapan pagi. Sungmin membersihkan rumput di halaman depan. Setelah pulang dari wajib militer, dia memilih pekerjaan sebagai translator di sebuah penerbitan. Sungmin dulu kuliah di jurusan Yeongmunhak, English Language and Literature, sedangkan Yunho di jurusan Hukum. Berbeda dengan Yunho yang memilih mencari pekerjaan setelah lulus kuliah, Sungmin justru langsung memenuhi kewajibannya untuk wajib militer. Itulah kenapa Changmin sering berada di rumah itu, untuk menjaga Jieun. Apalagi saat itu hubungan Yunho dan Sungmin memburuk karena masalah Aeri, dan Yunho memutuskan untuk meninggalkan rumah dan mencari pekerjaan. Sungmin tahu persis hubungan Changmin dengan keluarga Jung yang lain, sehingga dia meminta Changmin untuk menjaga Jieun selama dia mengikuti wajib militer. Sungmin berangkat tepat setelah Jieun masuk SMA.
"Hyung, annyeong haseyo! Cerah sekali hari ini sepertinya," Changmin tiba-tiba muncul di pintu pagar. Sungmin mendongak dan tersenyum.
"Pekerjaanku baru saja selesai kemarin. Hari ini jadwalnya terima honor."
"Aigoo, pantas saja wajah hyung cerah ceria seperti itu." Changmin menghampiri Sungmin, berjongkok di sebelahnya dan ikut menyiangi rumput.
"Kau sendiri, wajahmu cerah begitu. Dahaengiya?"
"Aku lulus pendadaran kemarin hyung. Hari ini aku akan mengurus wisuda."
"Jinjja?? Cukhahaeyo, Changmin-a! Ya, kita harus merayakan ini! Jieun-a! Jieun-a!" Sungmin berdiri dan berseru pada adiknya di dalam.
"Aissh, oppa ini berisik saja pagi-pagi! Ada apa??" Jieun keluar dari rumah dengan tergesa. Dia sedikit salah tingkah melihat Changmin di sana.
"Dengar, oppamu ini sudah lulus kuliah! Lulus! Ayo beri selamat!"
"Woa, cukhahamnida, Changmin oppa! Daebak! Aissh, aku juga ingin cepat lulus!" Jieun sejenak lupa akan perasaan aneh diantara mereka berdua dan menghampiri Changmin dengan gembira. Changmin tersenyum lebar. Keluarga Lee memang orang-orang yang baik.
"Ayo kita sarapan oppa, untuk merayakan kelulusan Changmin oppa. Aku tadi memasak samgyetang," Jieun dengan bersemangat mengajak oppadeulnya sarapan. Mereka bertiga masuk ke dalam rumah.
-----------
Yunho memandang keluar jendela pesawat. Di sampingnya, Aeri memandang Yunho dengan perasaan campuraduk.
"Oppa, bagaimana kita menghadapi Sooyeon ssi nanti?" tanya Aeri.
"Ini hidupku, Aeri-ya. Aku sudah dewasa. aku punya pekerjaan, bukan lagi seseorang yang bergantung pada orangtua."
"Dimana oppa bekerja? Ceritalah apa yang telah oppa alami selama dua tahun ini. Kita memiliki lubang besar yang harus diisi sedikit demi sedikit."
"Kau dulu, ceritalah."
"Aku ke Jeju begitu lulus dari kedokteran. Aku bahkan belum mengambil pendidikan profesiku. Han Seungho adalah adik ayahku. Kau pasti tidak percaya kalau aku bilang aku lulus dengan susah payah, oppa. Nilaiku tidak begitu tinggi. Ayahku sedih melihatku seperti itu, sehingga beliau memutuskan untuk mengirimku ke Jeju untuk menenangkan diri. Awalnya aku masih suka menangis dan melamun, sampai Seungho samchon mengajakku ke CCC. Aku melihat orang-orang tua yang menjalani hidup dengan penuh semangat meski tubuhnya sudah tidak kuat lagi. Aku sangat malu pada diriku sendiri, dan aku memutuskan untuk membantu mereka menjalani kehidupan dengan kekuatan yang masih kumiliki."
Yunho memandang kekasihnya itu dengan penuh kasih, dan merasa bersalah. Dia mengelus rambut Aeri pelan.
"Jeongmal mianhaeyo, Aeri-ya. Sampai di Seoul, kamu harus mengambil pendidikan profesimu, ara? Kita akan menjadi pasangan advokat dan dokter yang hebat."
"Bagaimana dengan oppa? Apa yang terjadi selama dua tahun ini?"
"Setelah lulus, aku mencari pekerjaan. Aku diterima di firma hukum Han, tapi aku harus mengikuti training di Busan selama 1,5 tahun. Aku mulai bekerja di firma hukum Han cabang Seoul dua bulan yang lalu."
"Firma hukum Han? Jinjja? Itu firma hukum yang sangat terkenal kan?"
"Aku juga sangat bersyukur bisa diterima di sana. Aku sudah menerima gaji satu kali, dan semuanya kugunakan untuk pergi ke Jeju menjemputmu."
Wajah Aeri memerah. Dia memukul lengan Yunho.
"Tidak ada yang menyuruhmu menjemputku kan? Kerja saja sana terus, nappeuneum!"
"Aigoo, kamu pintar memaki sekarang. Apa kakek-kakek itu mengajarimu memaki?"
"Shikkeuro! Jinjja. Lalu bagaimana dengan Sungmin? Oppa sudah berbaikan dengannya kan?"
Yunho menggeleng. Aeri memandang Yunho tajam.
"Wae? Sungmin tidak bersalah kan?"
"Aku malu menyapanya. Sudah dua tahun kami tidak kontak, Aeri-ya."
"Pulang nanti, kita akan langsung ke rumah Sungmin." putus Aeri, sepihak. Dia tidak peduli pada Yunho yang memandangnya memelas, malah memalingkan wajah dan memejamkan mata. Yunho memandang keluar jendela lagi, menghela nafas panjang.
-----------
Shim Sooyoung sedang menyirami kebun bunga di halaman samping rumah rehabilitasi jiwa. Dia terlihat segar, sama sekali tidak terlihat kalau 13 tahun yang lalu dia masuk ke tempat ini sebagai pasien. Sejak lima tahun yang lalu, Sooyoung berubah status menjadi volunteer. Dia membantu pekerjaan petugas di sana dan tinggal di sana, mendapatkan jatah makan dan sedikit uang bulanan. Sooyoung menolak untuk tinggal bersama keluarga Jung. Changmin berkali-kali mengajak ibunya itu untuk menyewa rumah, tapi Sooyoung menolak. Dia ingin Changmin hidup layak, setidaknya sampai lulus kuliah. Dia tidak ingin Changmin putus sekolah dan hanya bekerja untuknya, padahal sebenarnya Changmin telah bekerja sambilan sejak masuk SMA. Changmin bekerja di sebuah rumah makan sebagai tukang cuci piring. Dia bekerja dari jam 3 sore sampai jam 9 malam. Tidak ada yang tahu tentang hal ini. Changmin juga memiliki bisnis online bersama Im Kyungsoo, sahabatnya, menjual desain. Desain web, kaos, apapun, sesuai order dari pelanggan.
"Eomeoni," sapa Changmin pelan. Sooyoung menoleh, melihat Changmin berdiri sambil tersenyum-senyum.
"Wae? Mwoya? Dahaengiya?" Sooyoung sangat pandai membaca wajah putranya. Changmin mengangguk.
"Aku lulus, Eomeoni! Luluuus! Lihat lihat, nilaiku cumlaude!" kata Changmin sambil menunjukkan surat keterangan pada ibunya. Wajah Sooyoung berubah cerah, dia memeluk putranya itu.
"Aaa, cukhahae, Changmin-a. Aigoo, uri Changmin daebak! Daebak!" Sooyoung mencium pipi Changmin dengan sayang. Changmin tertawa bahagia.
"Minggu depan, eomoni harus datang di wisudaku ya! Kita perlu membeli hanbok baru untuk eomeoni."
"Tentu saja. Siapa lagi yang akan kau undang?"
"Yunho hyung, Sungmin hyung, Jieun...."
"Samchon? Imo? Soojung?"
"Untuk apa? Untuk mengacau lagi?" kata Changmin pedas. Sooyoung memandang putranya dengan prihatin.
"Sudahlah Changmin, bagaimanapun mereka telah merawatmu selama ini. Hargailah mereka."
"Eomeoni tidak usah menyuruhku berbuat baik. Eomeoni sendiri memilih tinggal di sini karena tidak mau berhubungan dengan mereka kan?"
"Geumanhae. Eomeoni cuma tidak ingin merepotkan pamanmu lebih lagi. Kau yang tinggal bersama mereka seharusnya...."
"Mereka tidak pernah merawatku, eomeoni. Tidak sekalipun. Sooyeon ssi selalu mengungkit-ungkit apa yang telah mereka berikan pada kita. Aku tidak tahan lagi. Eomeoni, secepatnya, kita akan pindah ke tempat baru, eo? Kita akan tinggal berdua, aku akan bekerja, dan eomeoni akan beristirahat dengan nyaman di rumah. Ne? Ne?"
"Darimana kita punya uang untuk menyewa tempat tinggal? Eomeoni cuma punya sedikit uang dari hasil membantu di sini."
"Aku punya, eomeoni. Setidaknya untuk tahun pertama. Aku telah memakai sebagian uangku untuk membayar hutang pada keluarga Jung."
"Hutang?? Hutang apa?"
"Semua biaya yang telah dikeluarkan keluarga Jung untuk membiayai kita."
"Biaya...astaga kau keterlaluan sekali! Bagaimana bisa...."
"Jung Sooyeon selalu mengungkit itu di depanku. Mana bisa aku hidup tenang, eomeoni? Aku muak mendengarnya!" mata Changmin berkaca-kaca. Sooyoung memandang putranya dengan sayang, lalu mengembangkan lengannya. Changmin ragu sejenak, tapi akhirnya dia tersuruk di pelukan ibunya.
"Putraku, putraku sayang, kamu banyak menderita... Maafkan eomeoni yang tidak bisa menanggungnya bersamamu..." Sooyoung mengelus rambut Changmin. Setitik airmata jatuh di pipi Changmin. Pemuda itu merasakan betapa kurus ibunya itu.
"Aku akan selalu melindungi eomeoni, menjaga eomeoni dan merawat eomeoni. Bagaimana kalau besok kita melihat calon rumah kita?" kata Changmin setelah melepas pelukan ibunya. Sooyoung mengangguk dan tersenyum.
"Gomo, annyeong haseyo!" Yunho tiba-tiba muncul, bersama Aeri.
"Hyung! Noona!" kata Changmin terkejut. Sooyoung membelalakkan mata, tapi segera mengembangkan lengannya begitu Yunho menghampirinya."Uri Yunho, bogosipeo...." bisik Sooyoung. Yunho memeluk erat gomo-nya itu."Nado, gomo... Nado bogosipeoyo..."
Changmin dan Aeri memandang mereka berdua dengan haru. Changmin segera mengalihkan pandangan pada Aeri, menanyakan kabarnya.
"Kami akan ke tempat Sungmin. Dua sahabat baik yang terlalu laa bertengkar bukan sesuatu yang baik kan?" kata Aeri. Yunho meliriknya. Lalu kembali memandang Sooyoung."Bagaimana kabar gomo? Aku baru saja pulang dari Jeju untuk menjemput Aeri."
"Jinjja? Jadi kalian sudah berbaikan? Dahaeingida... Haengbokhae?" mata Sooyoung berbinar."Neomu haengbokhaeyo, gomo. Kami...kami akan segera merencanakan pernikahan." kata Yunho."Jinjja, hyung? Bagaimana...dengan woesamchon dan imo?" sela Changmin. Wajahnya khawatir.
"Aku sudah bekerja. Aku tidak ingin Aeri pergi lagi dariku. Apa gomo dan Changmin mau mendukungku?" pinta Yunho penuh harap. Changmin dan ibunya berpandangan. Jelas sekali, mereka khawatir."Bisakah hal ini dibicarakan lebih baik? Kalian tidak akan menikah besok kan?" tanya Sooyoung, sedikit mencairkan suasana tegang."Tidak, Sooyoung-ssi. Aku masih harus bertemu dengan orangtuaku. Dan oppa juga ngotot untuk menyuruhku mendaftar kuliah profesi tahun ini. Mungkin kami...akan mempersiapkan pernikahan kami dengan matang untuk 6 bulan lagi." jelas Aeri.
"Kalian sudah dewasa. Orangtua sepertiku hanya akan menjadi beban kalian saja. Apapun yang kalian pilih, ingatlah bahwa hal itu adalah pilihan kalian sendiri, jadi jangan pernah berpikir untuk berbalik dan melarikan diri ketika di tengah jalan terasa berat. Karena itu setiap pilihan yang kalian ambil harus dilihat segala sisi baik dan buruknya. Eomeoni, gomo, ajumma, hanya bisa mendukung dan mendoakan kalian..." kata Sooyoung lirih.
Yunho yang masih berada di samping gomonya itu segera memeluknya lagi, sedangkan Changmin ikut menghambur ke pelukan ibunya. Aeri memandang mereka bertiga dengan haru.
-----------
Sungmin membuka pintu rumahnya. Yunho berdiri di sana, bersama Aeri. Tanpa berkata apa-apa, dua sahabat itu segera berpelukan."Yunho-ya, bogoshipda..." bisik Sungmin. "Jeongmal mianhaeyo, Sungmin-a. Mianhae. Mianhae." balas Yunho. Sungmin menepuk-nepuk punggung sahabat lamanya itu.
"Gwaenchana. Selama kau bahagia, sahabatku..."
Aeri, lagi-lagi, hanya bisa memandang mereka dengan haru.
-----------
Tiga hari setelah kedatangan Yunho dari Jeju, Changmin mengemasi barang-barangnya di rumah keluarga Jung. Yunho memandangnya dari pintu kamar.
"Kau yakin?""Ne, hyung."
"Gomo akan kau jaga dengan baik kan?"
Changmin melihat Yunho dengan pandangan terganggu. Yunho tertawa.
"Uri dongsaeng, kau sudah besar sekali. Sudah lebih tinggi dariku. Kenapa kamu sekarang tidak menangis lagi? Menangislah. Kau akan berpisah denganku kan?"
"Hyung, apakah tinggal di kota yang sama bisa dikatakan berpisah? Yang benar saja!"
Saudara sepupu itu tertawa. Mereka tidak menyadari Soojung ada di belakang Yunho.
"Oppa..." kata Soojung pelan. Yunho menoleh, kaget.
"Ah, Soojung-a, ada apa?"
"Apa Changmin oppa akan pergi hari ini? Kenapa tidak berpamitan kepada kami?" wajah Soojung tampak sedih. Yunho memandang Changmin, lalu merangkul Soojung, adiknya semata wayang itu.
"Apa Soojung merasa pernah melakukan hal jahat pada Changmin oppa dan Sooyoung gomo?" tanya Yunho lembut. Soojung memandang oppanya itu, lalu mengangguk.
"Soojung sering membuat Changmin oppa dimarahi oleh eomma. Soojung tidak senang kalau Sooyoung-ssi tinggal di rumah kita, padahal Sooyoung-ssi tidak punya rumah, seperti Changmin oppa." kata Soojung takut-takut.
Hati Changmin sedikit tergetar, ternyata putri keluarga Jung ini masih memiliki nurani yang bersih. Ibunyalah yang mencontohkan banyak hal buruk padanya. Changmin menghampiri Soojung dan mengusap rambutnya.
"Jadilah anak yang baik, Soojung. Punya banyak teman, suka membantu, maka akan ada seorang namja baik yang menyukaimu. Arasseo?" kata Changmin lembut. Nada yang belum pernah didengar Soojung selama ini. Soojung mengangkat kepalanya, mengangguk dengan semangat pada Changmin."Arasseo, oppa. Sooojung akan jadi anak baik. Oppa tidak jadi pergi kan?" tanya Soojung penuh harap. Changmin menghela nafas, lalu masuk ke kamar untuk mengambil koper dan sebuah kardus. Dia sudah selesai berkemas. Barangnya memang sedikit.
"Oppa tetap akan pergi. Nanti oppa akan menghubungi kalian. Mainlah ke rumah hyung, Soojung. Eomeoni pasti senang." kata Changmin. Dia menepuk bahu Yunho dan kepala Soojung. Soojung mulai terisak. Yunho merangkul adiknya itu. Changmin tersenyum, lalu dia meninggalkan rumah keluarga Jung. Tanpa disadari oleh siapapun, Jung Sooman mendengarkan mereka bertiga. Airmatanya menitik."Mianhae, Sooyoung-a. Aku telah membuatmu dan putramu menderita. Mianhae, jeongmal mianhae...."
-----------
Jieun sedang menyiram tanaman di halaman. Dia membelakangi jalan, menyanyikan "Good Day" sambil menyiram rumpun bunga.
"Naneunyo, oppaga, joheungeol........" Jieun berbalik, dan dia melihat Changmin lewat sambil membawa koper dan kardus. Mata Jieun melotot.
"Eotteohke???? Oppa, Changmin oppa!" seru Jieun. Dia berlari ke keran, bergegas mematikan air, lalu menyusul Changmin. Sungmin yang sedang bekerja di ruang tamu, mengerjakan terjemahan, tersentak mendengar seruan Jieun dan suara langkahnya yang berlari.
"Jieun-a?"
Jieun berhasil mengejar Changmin. Dia menahan bagian belakang jaket Changmin. Changmin menoleh.
"Oppa, eodilkka? Pergi kemana?" tanyanya sambil terengah-engah.
"Aku sudah menyewa tempat untukku dan ibuku. Aku pindah hari ini, tapi eomeoni belum. Ah, aku masih akan ke tempatmu kok. Kalian harus datang di wisudaku minggu depan."
"Bukan itu masalahnya! Kau jahat sekali oppa, tidak berpamitan pada kami saat kau pergi dari rumah itu. Apa kami tidak berarti? Apa kami bukan siapa-siapa untuk oppa?""Jieun-a...."
"Miwo!! Changmin oppa nappeuneum!" Jieun tiba-tiba menangis. Changmin bingung, dia menurunkan kardus yang dibawanya.
"Eii, uljima! Aissh, wae, kenapa menangis, aigoo, uljima!" Changmin benar-benar bingung. Dengan canggung dia mengusap pipi Jieun.
"Oppa benar-benar tidak mengerti perasaanku! Sudah bilang akan membangun istana untukku, sekarang dengan mudahnya meninggalkanku!" Jieun masih terus menangis. Changmin tertegun.
"Apa kau benar-benar berpikir aku akan meninggalkanmu?" tanya Changmin. Jieun mendongak mendengar suara Changmin yang terdengar sedih.
"Saranghae, Jieun-a. Apa kamu pikir aku akan bisa meninggalkanmu?"Jieun terbelalak. Bibirnya bergetar.
"Nado....."
"Jieun-a," suara Sungmin terdengar dari belakang mereka berdua.
Changmin dan Jieun menoleh, menjumpai wajah Sungmin yang keruh. Sungmin mendengar semuanya. Karena dia menyusul Jieun yang berlari mengejar Changmin.
"Ayo pulang." wajah Sungmin benar-benar menakutkan. Dia menghampiri Changmin dan Jieun yang masih terpaku dan menarik tangan Jieun.
"Kita pulang." Sungmin berjalan sambil tetap menarik tangan Jieun.
"Oppa!"
"Hyung!"
Sungmin berhenti. Dia menoleh pada Changmin.
"Selamat jalan. Salam untuk Sooyoung-ssi."

*bersambung*

No Other / episode 3


Gadis kecil itu menangis sendirian di taman. Di depannya, ada sebuah istana pasir yang telah rusak, dengan bekas injakan di sana sini. Seorang remaja memandangnya sedih. Remaja itu menghampiri gadis kecil itu.
"Jieun-a, uljima..." katanya sambil mengelus rambut gadis kecil itu.
"Changmin oppa...." gumam Jieun.
"Kenapa kau menangis saja? Katanya kau senang bermain di sini."
"Anak-anak itu...merusak istana pasirku. Mereka bilang, istana ini jelek dan mengganggu pemandangan. Huuuu..." Jieun kembali terisak. Changmin terdiam. Kemudian dia menghampiri istana rusak itu dan mulai membuat istana pasir baru.
"Oppa?" tanya Jieun penasaran. Changmin memandang Jieun sambil tersenyum. "Akan kubuatkan istana baru untukmu. Yang sangat bagus, supaya orang lain iri padamu tapi tidak berani merusaknya."
Mata Jieun membulat. Dia tiba-tiba berhenti menangis dan menghampiri Changmin. Tangan Jieun menggenggam pasir.
"Bolehkah...aku ikut membuatnya?"
"Hahaha, tentu saja! Ini kan istana untukmu! Ayo, buat kamarmu sendiri di sebelah sini!"
Tak lama kemudian keduanya sudah asyik membuat istana pasir. Lebih besar dan lebih bagus dari yang biasa dibuat Jieun sendiri. Gadis kecil itu tertawa lebar.
"Oppa, kalau sudah besar, aku akan tinggal bersamamu di istana ini!"
Gadis kecil berumur 10 tahun itu berkata dengan polosnya. Dia tidak tahu, kalimatnya itu telah membuat seorang remaja berumur 15 tahun terkesiap dan memerah wajahnya.

Yunho memandang jauh keluar jendela pesawat. Gedung-gedung telah berganti menjadi lautan. Sesekali bayangan awan terlewati, meniupkan dingin pada hati Yunho.
Akhirnya. Sebuah keputusan. Mengambil kembali Han Aeri. Melawan keegoisannya.
"....Aku juga baru tahu ada orang bodoh yang sama sekali tidak bisa berpikir jernih dan malah membuang orang-orang yang mencintainya."
Kata-kata Changmin itu benar-benar membuatnya tidak bisa tidur beberapa hari. Dia terus berpikir, merenung, dan menemukan bahwa satu-satunya yeoja yang ada di hatinya hanyalah Han Aeri. Bahkan waktu tidak bisa mengubah hal ini. Kerinduan yang ditekannya kuat-kuat selama ini telah mencapai batasnya. Bukan waktu yang singkat yang terentang di antara mereka, dan Yunho sebenarnya tidak yakin apakah Aeri masih menyediakan ruang untuknya. Tapi Yunho tidak ingin membohongi perasaannya lagi.
"Anda ingin minum, tuan?" seorang pramugari menyadarkan Yunho dari lamunan.
"Animnida, gomapseumnida..."
Pramugari itu menggangguk pelan, lalu menanyai orang di depan Yunho. Yunho memandang jam tangannya. Setengah jam lagi mereka mendarat. Dia merogoh saku celananya, mengeluarkan selembar kertas.
Han Aeri, d/a Han Seungho
13 Dongburo, Seogwipo-si, Jeju-do
Itu tulisan tangan Changmin. Saat Yunho memandangi koper di kamarnya, Changmin datang dan menyodorkan kertas itu. Yunho, saat itu, hanya menatapnya dengan hampa. Changmin menganggukkan kepala. Yunho tersenyum samar, lalu mengambil kertas itu dari tangan Changmin.
"Para penumpang, harap kencangkan sabuk pengaman anda. Kita akan segera mendarat."
Pesawat itu mendarat di Bandara Internasional Jeju. Yunho bergegas ke bagian informasi bandara begitu tiba.
"Bagaimana saya bisa ke Seogwipo?"
---------
Changmin sedang mengobrol dengan Sungmin di halaman belakang rumah Sungmin. Sungmin adalah yang memberikan alamat Aeri kepada Changmin.
"Hyung, kenapa hyung masih saja membantu Yunho hyung dan Aeri nuna? Padahal, yah, semua orang tahu apa yang terjadi di antara kalian...."
"Mereka berdua tidak bersalah. Kadang yang menghalangi cinta bukanlah orang lain, tapi diri mereka sendiri. Mereka merasa hanya diri mereka sendiri yang menderita, padahal sebenarnya mereka berdua sama-sama menderita. sama-sama menahan perasaan. Seharusnya mereka menguatkan diri karena kau tahu sendiri bagaimana Sooyeon ssi menolak mereka. Tapi ternyata mereka justru terpisah karena ego mereka sendiri."
"Hyung sepertinya ahli sekali mengenai hal ini. Apa hyung sudah sangat berpengalaman?" goda Changmin. Sungmin tersenyum.
"Aku sedang menunggu seseorang, Changmin-a."
"Jinjja? Siapa hyung?"
"Seseorang yang sedang pergi jauh. Di Afrika sana. Dia sedang volunteering. Choi Harin."
"Geurae. Lalu, setelah ini, bagaimana hyung dan Yunho hyung? Kalian akan berbaikan kan?"
"Entahlah. Semuanya tergantung Yunho. Aku sama sekali tidak pernah berpikir buruk tentang dia. Dia yang berpikir buruk tentang aku. Ah, bagaimana skripsimu?"
"Dua minggu lagi ujian skripsi."
"Baguslah. Cepat juga. Apa kamu memiliki seseorang yang selalu menyemangatimu?"
Muka Changmin memerah. Dia ragu untuk menjawab.
"Nah, sekarang kau malu-malu. Siapa? Seperti apa orangnya?"
"Dia, orang yang sangat bersemangat dan selalu tersenyum. Dia selalu ada di sampingku, berjanji untuk terus bersamaku. Dia memiliki senyum yang paling indah, seperti senyuman malaikat." jawab Changmin.
"Hahahaha, ada ya orang seperti itu di dunia ini? Harin juga cantik, tapi aku tidak pernah merasa senyumnya seperti malaikat."
Di balik pintu, Jieun mendengar semua yang dikatakan Changmin. Pipinya memanas.
"Ah, kenapa Jieun lama sekali membawa tehnya?? Jieun-a!!' seru Sungmin. Changmin salah tingkah mendengar Sungmin memanggil Jieun. Jieun muncul sambil membawa nampan. Dia juga terlihat berusaha tenang, dan tidak berkata sepatah katapun. Sungmin sebenarnya merasa sedikit aneh, tapi dia diam saja. Biasanya, dua dongsaengnya itu bercanda tak kenal tempat.
---------
Yunho berhenti berjalan di depan sebuah rumah tingkat dua. Ada tulisan Han Seungho di pagarnya. Yunho mengambil nafas dalam-dalam, lalu memencet bel. Seorang pria setengah baya keluar dari rumah itu dan membuka pintu pagar.
"Nuguseyo?"
"Naega Yunho, Jung Yunho imnida. Apa...Han Aeri tinggal di sini?"
Pria setengah baya itu melihat Yunho dengan penuh selidik. Dahinya sedikit berkerut, seperti mengingat-ingat sesuatu.
"Ne, dia tinggal di sini."
Mata Yunho berbinar. Dia menahan perasaannya yang hendak meluap.
"Bisakah...saya bertemu dengan Aeri?"
"Dia sedang keluar. Dia ada di Community Center di dekat sini. Kau mau kesana?"
"Ne! Gamsahamnida! Apa anda Seungho ssi?"
"Benar. Baiklah, aku akan membuatkan denahnya. Apa kau punya pulpen dan kertas?" Yunho sigap menyodorkan barang yang diminta ajussi itu. Ajussi itu menggambar dengan cepat, lalu menyodorkannya pada Yunho.
"Kau bilang tadi, namamu Yunho?"
"Ne."
"Jangan membuatnya menangis lagi." kata ajussi itu. Lalu dia berballik dan masuk ke rumah. Yunho termangu sejenak.
"Aku tidak akan membuatnya menangis lagi. Tidak akan. Yaksok."
Community Center yang dimaksud paman itu berjarak sekitar 5 blok dari rumah itu. Yunho berjalan kaki sambil menarik kopernya. Seogwipo merupakan kota terbesar kedua di provinsi Jeju, setelah Jeju City. Tapi Yunho tidak menemui banyak kendaraan yang lewat. Mungkin karena ajussi itu memberikan petunjuk jalan-jalan yang tidak besar.
Cheonsadeul Community Center. Yunho berhenti di depan gedung bertingkat tiga itu. Jantungnya berdegup kencang. Yunho menghela nafas panjang, lalu melangkah memasuki gedung itu. Resepsionis di lantai satu menyapa Yunho ramah.
"Ada yang bisa saya bantu?"
"Saya Jung Yunho. Apa saya bisa bertemu dengan Han Aeri?"
"Han Aeri ssi ada di bagian perawatan manula, lantai dua. Apa anda sudah ada janji?"
"Tidak, tapi saya jauh-jauh datang dari Seoul untuk menemuinya. Dia.....teman lama saya."
"Baiklah, silakan anda naik. Liftnya di sebelah sana."
"Gamsahamnida."
------------
Changmin sedang sibuk merevisi skripsinya di kamar. Jam makan malam sudah lewat satu jam. Entah kenapa, makanan sekarang bisa terkesampingkan dengan mudah demi skripsinya. Tekad Changmin sudah bulat : lulus kemudian pergi dari rumah ini. Tabungan Changmin dari hasil kerja sambilan sudah cukup untuk menyewa rumah, tepatnya kamar sederhana selama setahun. Im Kyungsoo, salah satu temannya yang juga sedang skripsi menawarkan kamarnya yang akan ditinggalkan setelah lulus nanti. Changmin sudah berbicara dengan ibunya dan Sooyoung sangat senang mendengarnya. Apalagi, Soojung menghindarinya setelah mereka bertemu di sekolah itu. Tentu saja Sooyeon pun menjadi memiliki alasan yang lebih untuk memusuhi Changmin.
"Anak tidak tahu diri sepertimu lebih baik tidak pernah masuk ke kehidupan kami. Kau mengacaukan semuanya! Kamu dan ibumu yang tidak waras itu. Hah, kenapa suamiku itu mau saja menampungmu dan membiayai kalian!" itu kata-kata Sooyeon lima hari yang lalu saat Changmin mengambil minuman di dapur.
Changmin menatap Sooyeon tajam. Changmin beranjak, mengambil sebuah buku dan amplop di kamarnya, lalu kembali ke dapur. Dia meletakkan amplop dan buku itu di meja.
"Nyonya Jung yang terhormat, saya sama sekali tidak akan melupakan apa yang telah anda dan keluarga anda berikan pada saya dan ibu saya. Saya berterimakasih atas itu semua. Dan saya bukan orang yang tidak punya harga diri untuk menerima semua itu dengan cuma-cuma. Buku itu, memuat semua biaya yang telah anda keluarkan untuk merawat saya dan ibu saya selama ini. Sangat banyak, saya tidak akan bisa melunasinya sekarang, tapi saya memberikan separuh dari jumlah itu saat ini. Dan ingat, selama ini saya kuliah dengan beasiswa pemerintah, bukan dengan biaya dari suami anda. Mulai besok, tidak perlu mengeluarkan sepeserpun untuk saya dan ibu saya. Kami punya tangan dan kaki sendiri. Tolong katakan itu pada suami anda juga."
Changmin masuk ke kamarnya tanpa menunggu jawaban Sooyeon. Dia sebenarnya merasa tidak pantas bersikap seperti itu pada orang yang lebih tua, tapi kata-kata Sooyeon benar-benar melukai perasaannya. Dia laki-laki, dan harus bisa melindungi ibunya dengan tangannya sendiri. Changmin tidak meragukan kasih sayang Jung Sooman pada ibunya, tapi pamannya itulah penyebab ayahnya meninggalkan ibunya. Changmin tahu kalau yang meneror ayahnya dan keluarga ayahnya dulu adalah keluarga Jung, dan pamannya itu adalah yang paling keras menentang pernikahan ibu dan ayah Changmin. Changmin tidak tahu dimana ayahnya berada sekarang. Menghilangnya Shim Changryul, ayah Changmin, adalah puncak dari kekacauan keluarga itu. Sooyoung terganggu kejiwaannya, meski dia selalu berbisik pada Changmin, "Ayahmu akan kembali suatu hari nanti, sayang."
Suara ketukan pintu menyadarkan Changmin dari lamunannya. Jung Sooman berdiri di pintu dengan wajah cemas.
"Apa kamu tahu kemana Yunho pergi? Dia tidak pulang sejak kemarin sore. Dia juga tidak menjawab teleponnya. Kopernya juga tidak ada."
"Entahlah, samchon. Sepertinya dia mencari cintanya yang hilang."
Mata Sooman membesar mendengar jawaban Changmin yang dingin. Dia masuk dan mencengkeram kerah baju Changmin.
"Kau tahu kemana dia pergi kan? Dia mencari Aeri? Kemana? Kemana??"
Changmin menatap pamannya itu tajam. Kerut di sekitar mata dan bibirnya menunjukkan umurnya yang hampir mencapai setengah abad. Dia pria tua yang letih dengan kehidupan. Mendadak Changmin merasa kasihan pada pamannya itu.
"Memangnya apa yang akan paman lakukan bila tahu kemana hyung pergi? Dia menyusul Aeri nuna ke tempat yang jauh, aku tidak yakin paman akan bisa menyusul mereka.""Eodi? Eodisseo??""Tunggu saja dia pulang, samchon. Siapkan diri samchon, juga istri samchon. Jung Yunho adalah seorang namja, dan dia memiliki hal berharga yang tidak bisa direnggut begitu saja."
"Neo, jinjja...." Jung Sooman mengencangkan cengkeramannya di kerah Changmin.
"Geumanhaeyo, samchon. Sebelum hal yang lebih buruk terjadi pada keluarga ini, lebih baik samchon menjalani hidup yang baik dan menanggalkan berbagai tambalan yang samchon pakai.""Wae! Kenapa kamu mengatakan hal yang sama seperti ayah sialanmu itu?? Tambalan apa? Aku selalu memberikan yang terbaik untuk keluargaku!! Orang luar seperti kamu tidak usah ikut campur!""Kalau begitu lepaskan tangan samchon. Saya hanya orang luar, tidak perlu ditanggapi seserius ini."
Jung Sooman melepaskan cengkeramannya. Dia berjalan keluar kamar Changmin dengan sedikit terhuyung. Changmin sedikit trenyuh. Pamannya itu adalah seseorang yang mencintai dengan total, tapi cintanya itu seringkali buta. Dia mencintai adiknya, tapi membuat adiknya itu tidak bahagia. Dia mencintai istrinya, tapi cintanya itu membuatnya diperbudak.
----------
Yunho memandang Aeri melalui kaca. Gadis itu menemani seorang nenek yang sedang makan. Manula-manula di sana banyak yang bertingkah seperti anak kecil. Aeri nampak menemani nenek itu dengan penuh perhatian. Sesekali dia membuka mulutnya dan pura-pura ikut mengunyah bersama nenek itu. Yunho tersenyum.
"Mencari siapa nak?" seorang kakek menepuk bahu Yunho. Yunho terkejut.
"Saya...saya..." Yunho tergagap. kakek itu memandang ke dalam.
"Ah, pasti Aeri uisaengnim. Apa anda namja yang selalu dia ceritakan itu? Yang selalu mengajaknya ke mengunjungi bibinya di rumah rehabilitasi jiwa?""Aeri....bercerita tentang saya?""Ye. Ayo kita masuk. Aeri ssi pasti sangat senang.""Tapi...tapi saya...." Yunho mengikuti tarikan kakek itu ke pintu.
"Aeri ssi, yeobo-mu datang menjemput!" seru kakek itu. Yunho terbelalak, dengan panik dia memandang ke arah Aeri.
Aeri melihat Yunho. Mata mereka bertemu. Hanya dalam dua detik, Yunho melihat kaca di mata Aeri.
"Kenapa Hongjae ssi mengajak orang asing masuk? Suruh dia keluar." Aeri mengalihkan pandangan dari Yunho. Yunho merasa jantungnya seperti ditusuk.
"Aeri-ya..." suara Yunho penuh permohonan.
"Ka.""Aeri-ya..." Yunho menghampiri Aeri dengan tergesa. Dia berlutut di samping Aeri."Mianhaeyo. Jeongmal jeongmal mianhaeyo. Sarang...haeyo. Neomu saranghaeyo."
Aeri menghapus airmatanya. Ada sesuatu yang berdesakan di dalam hatinya. Rindu. Dia sangat merindukan Yunho.
"Berdirilah." suara Aeri bergetar.
Yunho bangkit. Dia menyodorkan kotak beludru berisi cincin pada Aeri. Aeri menatap kotak itu, lalu menampiknya kasar. Kotak itu jatuh di lantai.
"Aeri-ya...." kata Yunho terkejut.
"Aku tidak membutuhkan apapun darimu. Aku membutuhkanmu."Yunho tertegun, mencoba mencerna kata-kata itu. Matanya kemudian membesar.
"Majayo?"
"Ne, baboya!" tangis Aeri benar-benar tumpah.
Mata Yunho mendadak ikut berkaca. Dia mengulurkan tangan dengan ragu ke bahu Aeri, merangkulnya pelan. Aeri masih terisak."Uljima. Aku sudah berjanji pada Han Seungho ssi untuk tidak membuatmu menangis."Tangis Aeri semakin keras. Yunho tersenyum, menyeka airmata Aeri.
"Kajima. Jangan pernah pergi lagi, Aeri-ya."

**bersambung lagi**

Sabtu, 29 September 2012

Catch Me - TVXQ lyrics translation (Eng - Ind)


Romanization
Catch Me, Girl!
Catch Me Now!
(Catch Me if you wanna)

Hanbeon dan hanbeon do kkeutkkaji naege mameul yeonjeon eobseo
nan maci byeogeul bogo seon deuthan gibuniya geugeo arattni?

Gyeote ittjiman deo oerowojil ppun tonight tonight tonight
Neol gidaryeottjiman igeon jom aniya ijen neol tteonanda

#Gajima han madil mothanda i baboga
naega wae i baboman bwasseulkka?
Cam motnan neol


##Baby Catch Me. Catch Me. Catch Me, Girl, Tonight.
Tteona beorigi jeone (I’m serious I’m serious)
nareul jabgo makgo ulgo ttaerigo iyureul malhaejwott damyeon
(I’m serious I’m serious)

O, moreugettda neoui mame naega gipi isseowattneunji tto, aninji
Geuge gunggeumhae jicyeobeorigi jeone malhaejwo malhaejwo daedaphae

Siganeun neol geureohke mukkeo dulgeoya jigeu  geu jarie
Nareul bonaejima huhoehage dwae miryeon jom tteoljima

#Gajima han madil mothanda i baboga
naega wae i baboman bwasseulkka?
Cam motnan neol

Handongan naegen neoman gadeuk can gibun cam manhi haengbokhaettdeon gieoki na
Nugudo namankeum gidaryeojul sarameun No! Eobtdaneun geol neon itjima

Aewonhaejugil barae nan gidarilge ijenajeojena nal tteonajima, mallago malhae
Neomu neuryeo, ni mameul jeonghal ttaekkaji neoman bun da nan dodaece wae?
Aewonhaejugil barae nan gidarilge ijenajeojena nal tteonajima, mallago malhae
Babo naega wae neoreul saranghaettgettni? Neo bakke eobseo dodaece wae?

#Gajima han madil mothanda i baboga
naega wae i baboman bwasseulkka?
Cam motnan neol

##Baby Catch Me. Catch Me. Catch Me, Girl, Tonight.
Tteona beorigi jeone (I’m serious I’m serious)
nareul jabgo makgo ulgo ttaerigo iyureul malhaejwott damyeon
(I’m serious I’m serious)


 
English

Catch Me, Girl!
Catch Me Now!
(Catch Me if you wanna)

You’ve never opened your heart to me,
not even once
I feel like I’m looking at a wall,
you know that?

You’re next to me but
I’m even lonelier tonight tonight tonight
I waited for you but this
just isn’t it so now I’m leaving you

This fool can’t even tell me not to go
Why did I only look at this fool,
at pitiful you?

Baby Catch Me. Catch Me.
Catch Me, Girl, Tonight.
Before I leave (I’m serious, I’m serious)
If only you held onto me, stopped me,
cried, hit me and told me the reason
(I’m serious I’m serious)

Oh, I don’t know if I’ve been
deep inside your heart or not
That’s what I’m curious about
Before I get too tired, tell me, tell me, answer me

Time will tie you
to that spot right there
Don’t let me go, you’ll regret it
stop being so foolish

This fool can’t even tell me not to go
Why did I only look at this fool,
at pitiful you?

For a while, I felt like I was filled with you,
I remember those happy memories
Don’t forget that there isn’t anyone
to wait for you like I have – no!

I want you to beg for me so I’ll wait for you
Tell me, “Don’t ever leave me”
You’re too slow but I’m only
looking at you till you make up your mind – why?
I want you to beg for me
so I’ll wait for you
Tell me, “Don’t ever leave me”
Fool, why did I love you? I only have you – why?

This fool can’t even tell me not to go
Why did I only look at this fool,
at pitiful you?

Baby Catch Me. Catch Me.
Catch Me, Girl, Tonight.
Before I leave (I’m serious, I’m serious)
If only you held onto me, stopped me,
cried, hit me and told me the reason
(I’m serious I’m serious)

(Catch Me. If you wanna)


Indonesian
Kejar aku, girl!
Kejar aku sekarang!
(Kejar aku jika kau ingin)

Kau tidak pernah membuka hatimu untukku,
tak sekalipun.
Aku seperti sedang melihat dinding,
apa kau tahu itu?
Kau ada di depanku namun
aku bahkan semakin kesepian malam ini, malam ini, malam ini
Aku menunggumu namun ini
tidak berguna, jadi sekarang aku meninggalkanmu

#Si bodoh ini bahkan tidak memintaku untuk jangan pergi
kenapa aku hanya memandang si bodoh ini
pada dirimu yang malang?

##Baby, kejar aku, kejar aku
kejar aku, girl, malam ini
sebelum aku pergi (aku serius, aku serius)
Jika saja kau menahanku, menghentikanku,
menangis, memukulku dan memberiku alasan
(aku serius, aku serius)

Oh, aku tidak tahu apakah aku telah
ada jauh di dalam hatimu atau tidak
Itu yang membuatku penasaran
Sebelum aku menjadi terlalu lelah, katakan padaku, katakan padaku, jawab aku

Waktu akan mengikatmu
tepat di sini
Jangan lepaskan aku, kau akan menyesal
Berhentilah bersikap bodoh

#Si bodoh ini bahkan tidak memintaku untuk jangan pergi
kenapa aku hanya memandang si bodoh ini
pada dirimu yang malang?

Untuk sekejap, aku merasa dipenuhi segalanya tentangmu
aku mengingat kenangan-kenangan indah itu
Jangan lupa bahwa tak ada seorangpun
yang menunggumu sepertiku - tak ada!

Aku ingin kau memohon padaku, maka aku akan menunggumu
Katakan, "Jangan pernah meninggalkanku"
Kau terlalu lamban, tapi aku hanya
memandangmu sampai kau merubah pikiranmu - mengapa?
Aku ingin kau memohon padaku,
maka aku akan menunggumu
Katakan, "Jangan pernah meninggalkanku"
bodoh, mengapa aku mencintaimu? aku hanya memilikimu - mengapa?

#Si bodoh ini bahkan tidak memintaku untuk jangan pergi
kenapa aku hanya memandang si bodoh ini
pada dirimu yang malang?

##Baby, kejar aku, kejar aku
kejar aku, girl, malam ini
sebelum aku pergi (aku serius, aku serius)
Jika saja kau menahanku, menghentikanku,
menangis, memukulku dan memberiku alasan
(aku serius, aku serius)

(Kejar aku. Jika kau ingin) 

English Translation credits to : pop!gasa
Romanization and Indonesian Translation by me



Kamis, 13 September 2012

MASJID SUNAN KALIJAGA (UIN SUNAN KALIJAGA, YOGYAKARTA)

 UIN Sunan Kalijaga merupakan salah satu universitas yang memiliki label Islam pada namanya. Labelan Islam tersebut tentu saja mencirikan kultur Islami yang seharusnya kental di setiap aktivitas universitas tersebut. Hal tersebut menimbulkan ketertarikan untuk melihat sendiri bagaimana masjid kampus UIN Yogyakarta dan aktivitas di dalamnya.

Hari Senin, 19 Maret 2012 setelah sholat Asar, saya mengunjungi masjid kampus UIN Yogyakarta. Masjid ini terletak di sebelah utara gerbang masuk UIN. Masjid kampus UIN Yogyakarta bernama Masjid Sunan Kalijaga. Yang menarik, pada papan nama masjid dituliskan Laboratorium Agama Masjid Sunan Kalijaga. Seperti di Fakultas Geografi kita menemukan Laboratorium Hidrologi atau Laboratorium Kartografi Digital, demikian juga dengan peran Masjid Sunan Kalijaga sebagai Laboratorium Agama, dimana peran tersebut didukung dengan peresmian Masjid Sunan Kalijaga / Laboratorium Agama sebagai suatu lembaga baru sejak tahun 2004. Peran ini merupakan transformasi dari Masjid Kampus IAIN Sunan Kalijaga yang berjalan seiring perubahan IAIN menjadi UIN.

Hal lain yang langsung menarik perhatian juga adalah di masjid Sunan Kalijaga tidak ditemukan kubah seperti lazimnya masjid-masjid yang lain, tetapi dijumpai bentukan balok / kubus bersusun-susun pada atap maupun menaranya. Dalam situs resminya (http://laboratoriumagama.blogspot.com) disebutkan bahwa arsitektur masjid mengandung unsur friendly, local context, modernity dan Islamic. Warna-warna silver mencerminkan modernitas, namun beberapa bentuk seperti pintu masuk masjid dan bentuk atap serta menara tadi menggambarkan corak budaya Jawa yang khas. Masjid utamanya berada di tengah, dikelilingi oleh koridor-koridor yang luas dan bersih. Alas kaki harus dilepas sebelum memasuki koridor tersebut. Ada pula orang yang sholat di koridor tersebut, karena memang lantainya cukup bersih. 

Masjid utamanya luas. Di bagian dalam masjid pada tembok bagian barat, yaitu di arah kiblat, dicat sedemikian rupa seperti Ka’bah, lengkap dengan kaligrafi yang ada pada kiswahnya, sehingga apabila sholat maka seakan-akan sedang menghadap Ka’bah. Tempat sholat wanita berada di lantai dua, di sana juga terdapat kaligrafi yang menghiasi tiang-tiangnya. Lantainya bersih mengkilat, tidak berdebu. Dilarang makan di dalam masjid. Saat itu, di dalam masjid utama tidak begitu banyak orang, sedangkan di koridor banyak mahasiswa yang rapat atau sekedar beristirahat.

Koridor Masjid Sunan Kalijaga saat itu digunakan untuk pameran foto bertemakan “Masjid di Jerman”, memajang foto-foto karya Wilfried Dechau yang menjelajahi Jerman pada Maret – April 2008 untuk mengabadikan tempat-tempat ibadah umat Islam dalam konteks Jerman. Foto-fotonya cukup menarik. Masjid di Jerman sebagian besar berarsitektur Turki, karena memang agama Islam yang masuk ke Jerman dibawa oleh pendatang dari Turki. Sebagian lagi memanfaatkan bangunan yang sudah ada sebagai masjid / mushola, sehingga dari luar tidak nampak seperti rumah ibadah. Pameran tersebut diadakan dalam rangka JERIN, yaitu rangkaian acara kerjasama Jerman – Indonesia yang mencakup budaya, bisnis, ilmu pengetahuan, pendidikan, politik hingga lingkungan hidup. Namun sepertinya tidak banyak yang secara khusus mengunjungi pameran foto tersebut, karena yang berada di sepanjang koridor adalah mahasiswa-mahasiswa UIN yang memiliki kegiatan sendiri-sendiri seperti rapat, kerja kelompok dan beristirahat.

Masjid Sunan Kalijaga memiliki kekhasan dalam arsitekturnya maupun perannya sebagai Laboratorium Agama. Secara konsepsional, masjid ini bersandar pada 3 nilai esensi Islam, yaitu hablumminAllah (tempat beribadah dan mengkaji ajaran Islam), hablumminannas (tempat bersosialisasi warga kampus dan beraktivitas yang meberikan kemaslahatan) dan hablummin’alamin (area masjid merupakan ruang terbuka hijau). Masjid ini juga sekaligus dirancang sebagai bait al-hikmah yang mudah diakses semua orang tanpa kecuali.

Bahan bacaan :


Jaziela Muslihatunnisa
10/301457/GE/6864

The Girl Who Can’t Break Up, The Guy Who Can’t Leave

Saya tertegun dengan judul ini. Sebenarnya ingin tersindir, tapi saya kan nggak punya guy (abaikan). Saya melihat video klipnya. Cukup representatif sama liriknya yang saya baca di internet. Lagunya enak didengar, mbak Jung In suaranya cocok sama mas Gil, rapnya mas Gary oke banget. Mungkin ini yang menyebabkan banyak sekali lagu LeeSsang yang featuring Jung In. Liriknya jujur sekali, pakai bahasa yang tidak ribet. Yah, saya baca english translationnya sih, hehehe.

Sebagai manusia, rasa bosan itu memang selalu datang. Dalam hal apa pun. Termasuk dalam cinta. Cintanya sih tidak berubah, tapi oranglah yang terus berubah. Judul lagu ini, sebenarnya yang lengkap adalah The Girl Who Can’t Break Up, The Guy Who Can’t Leave, Because of Love (maksa!). Saat dia orang yang sama, yang kita kenal sejak lama, kita sayangi sejak lama, melakukan banyak hal bersama kita, tapi suatu saat perasaan kita menjadi hampa padanya, seperti tanah yang jenuh akan air hujan dan terciptalah overland flow bila sudah tidak mampu lagi menahannya.

Alasan kenapa A Girl Can't Break Up, A Guy Can't Leave terjadi ada beberapa macam,
1) Bosan, tapi takut kehilangan, karena terbiasa dengan kehadirannya
2) Cinta, tapi bosan, melihat dia yang sehari-hari begitu-begitu saja
3) Tidak enak, karena banyak pihak yang berekspektasi tentang kita dan akan bertanya-tanya
4) Perasaan memiliki yang terlalu besar, akibat interaksi yang lama

Kalau alasannya 1) dan 2), coba untuk berjauhan sementara waktu. Dengan begitu akan terasa apakah benar-benar bosan atau benar-benar cinta, lalu tinggal diatasi dengan langkah yang tepat. Alasan 3) diatasi dengan cara cuek, karena kita hidup untuk diri kita, bukan untuk orang lain. Mendengarkan orang lain tentu saja penting, tapi tetap harus disesuaikan dengan pribadi kita. Alasan 4) urusannya sama hati, coba logikanya dikerahkan, dengan menimbang 3 alasan sebelumnya. Untung ruginya. Sehat tidaknya.

Tulisan tidak jelas di atas sebenarnya tidak hanya bisa untuk masalah cinta dengan lawan jenis, tapi juga untuk yang lain. Misalnya dalam organisasi, dengan teman sekamar, dengan sahabat, orangtua, siapapun. Tapi tidak jamin ya, namanya juga tulisan tidak jelas XD

Sabtu, 04 Agustus 2012

Please Stop The Time

Konstelasi musim panas seperti akan terbang
Sampai mereka bergulir turun diantara gedung, jauh dari pandangan
Hari-hari melewati kita
Dan kadang hal kecil membuatmu ingin menangis

Senja semakin turun. Langit bertambah gelap dan menggelap. Aku mendongak. Serombongan burung terbang melewatiku, membawa keriuhan sesaat dengan cericit mereka. Aku terus mendongak. Aku menahan airmata yang mulai berdesakan supaya tidak mengalir.
"Hei, kalau kau memang ingin menyapaku, kenapa kau tidak datang sendiri, malah menitipkannya melalui burung-burung itu? Dasar bodoh." kataku lirih.
Langit sudah benar-benar gelap. Aku melihat Vega, altair dan Deneb di langit utara. Musim panas. Saat kami biasa berjalan di downtown dan mencari toko es krim.

Toko yang ingin kau kunjungi suatu hari nanti
sudah tidak ada lagi
Tapi kita tetap percaya
"Cinta kita takkan pernah berakhir"
"Aku ingin mencari syal yang bagus untuk musim dingin nanti. Apa kau tahu tempat yang murah tapi kualitasnya bagus? Aku ingin yang rajutan."Aku memukul lengannya pelan. Murah tapi kualitasnya bagus? Di downtown seperti ini? Mana ada.
"Seharusnya ada! Pusat kota itu pusatnya segala hal tahu!" dia ngotot. Aku tertawa.
"Kenapa kamu selalu menertawakan aku sih? Heran. Aku sama sekali tidak melucu!" dia cemberut. Aku tertawa semakin keras.
"Dengarkan aku! Berhenti tertawa! Kamu selalu membuatku terlihat bodoh." wajahnya mengeruh. Aku berusaha menghentikan tawaku. Dia serius ternyata.
"Hei, pemarah. Coba jawab aku. Apa aku pernah tertawa seperti saat bersama orang lain? Apa kau pernah melihatku tertawa seperti ini saat tidak bersamamu?"
Dia terdiam. Tapi wajahnya yang tadi tegang mulai mengendur. Aku mengacak rambutnya dengan sayang. Dia adalah hal berharga yang kumiliki di dunia ini.

Buat waktu berhenti, aku ingin bersamamu selalu
Aku mendongak, berharap pada langit
dan mengikuti setiap bintang yang bersinar
Mencarimu
Bukit ini masih sama seperti waktu-waktu yang lalu. Ketika kami berkemah di sini. Aku tidak pernah menyangka akan kembali kemari sendiri. Tidak pernah. Bahkan dalam mimpi-mimpiku yang selalu sepi dan kosong, dia akan datang entah darimana dan menemaniku dalam sepi dan kosong. Hembusan angin kali ini lebih dingin dari saat-saat itu. Musim panas yang sama. Aku masih bisa melihat Vega, Altair dan Deneb. Aku mencium bau rumput liar yang terinjak langkah serampanganku. Pohon dogwood kesukaannya sedang berbunga, sepertinya pohon itu ingin menyambut kebaikan hatinya. Kasihan pohon itu, tidak tahu aku datang sendiri. Aku menatap segitiga musim panas di langit dan mencari rasi Lyra kesukaannya. Leherku pegal, tapi aku tidak berhasil menemukan rasi itu. Kenapa? Padahal aku selalu bisa melihat itu saat bersama dengannya.

Aku tidak bisa berkata bahwa aku mencintaimu
dan bergetar di pantai, cinta kita saat muda
Mata kita terhenti, terkunci satu sama lain
dan aku merasa aku akan kehilangan sesuatu jika aku buta
Mengapa kami diipertemukan bila akhirnya kami tidak bisa bersama-sama? Kenapa tidak ada yang memperingatkanku bahwa waktu bisa memberikan hal-hal yang bahkan tidak pernah terpikirkan olehku? Debur ombak yang biasanya kami nikmati bersama dengan senyum lebar, sekarang hanya menjadi suara ribut yang memberikan cipratan-cipratan asin di wajahku. Tanpa dia, pantai ini tak berarti lagi untukku. Dia yang menyukai pantai ini. Dia akan berlari kesana kemari, bermain dengan pasir, kayu, kepiting, kelapa, apapun yang dia temukan, dan melompati ombak yang meraih kakinya. Aku selalu hanya duduk di atas pasir, tersenyum melihatnya bermain dengan gembira. Saat dia sadar kalau aku memperhatikannya, dia akan melambai sambil tertawa. Dia akan berlari ke arahku, tersandung pasir, berdiri, kembali berlari, sambil membawa rumput laut, potongan kayu, atau apalah yang sedang dia mainkan untuk disodorkan kepadaku. Bibirku yang mengerucut akan dia sambut dengan mata lebarnya yang berbinar-binar.

Janji yang kita tulis di atas pasir
mungkin telah terhapus oleh ombak yang surut
tapi saat itu kita percaya
"Cinta kita takkan pernah berakhir"
Dia menulis sesuatu dengan potongan kayu yang ditemukannya saat menyusuri pantai. Aku menyipitkan mata, berusaha melihat apa yang ditulisnya. Mataku berkaca saat berhasl membaca tulisannya. Dia memang manusia lembut yang tidak bisa ditebak pikirannya. Dia bebas seperti angin. Dan entah kenapa dia suka sekali berpusar di sekitarku. Membuatku terbiasa dengan kehadirannya, bahkan membutuhkannya.
"Ayo kita pulang." dia sudah berdiri di sampingku.
"Sudah bosan bermain?"
"Aku lapar."
Dia menarik-narik tanganku. Aku berdiri, membersihkan pasir di celanaku.
"Kau akan memasakkan spageti untukku seperti biasanya kan? Jangan masukkan bawang bombay terlalu banyak! Tenggorokanku akan panas!"
Dia menggandeng tanganku dan memaksaku berjalan. Aku menoleh pada tulisan yang dia buat di pasir tadi. Bagian bawahnya sudah terjilat ombak. Tapi aku masih bisa membacanya.

Buat waktu berhenti, aku ingin bersamamu selalu
Aku ingin lebih menjagamu
Ketika aku mengingat setiap hal tentangmu
Aku hanya percaya pada keabadian
"Kau beda sekali. Pasti teman-temanmu itu akan terkejut. Bagaimana, kau mengakui kemampuanku kan sekarang?""Tentu saja tukang dandan pandai mendandani."Dia mendelik. Aku tertawa.
"Kita berangkat sekarang saja. Kalau lama-lama nanti keringatmu yang seperti banjir itu keburu datang."
Seperti biasa, dia duduk di depan kemudi. Aku duduk dengan tenang di kursi penumpang. Latar belakang yang berbeda membuatku tidak punya kompetensi untuk berurusan dengan benda beroda empat ini. Berbeda dengannya yang sudah akrab dengan benda ini bahkan sejak umurnya belum menginjak 17 tahun.
Perjalanan yang penuh canda kami lalui. Manusia, entah apakah karena memang telah tertakdirkan, atau karena kekurangannya sendiri, terkadang harus mengalami hal buruk yang lebih buruk dari sekedar mimpi buruk.
Seorang bocah tiba-tiba berlari ke tengah jalan, mengejar bola merahnya yang menggelinding. Dia, yang hatinya lembut, yang bertindak semaunya seperti angin, membanting setirnya ke arah kiri untuk menghindari bocah itu, dan untuk disambut oleh sebuah pohon tua. Suara derakan keras membuatku sesaat kehilangan kesadaran.
"Bangunlah. Ayo bangun." suaranya masuk ke dalam gendang telingaku. Aku membuka mata. Detik berikutnya aku menyesal membuka mataku. Darah mengalir di sebagian besar wajahnya. Tapi aku masih bisa melihat senyumnya yang lembut.
"Bang, aku mencintaimu. Ikhlas ya." dia meringis, tampak menahan sakit.
"Kamu bicara apa?" aku tersadar seratus persen, lalu mencoba membuka pintu. Tidak, aku tidak luka, aku sehat.
"Tolong! Toloong!" aku berseru-seru di pinggir jalan. Sebuah mobil berhenti.
"Tolong istri saya! Tolong!" tanpa menunggu jawaban aku berlari ke mobil yang ringsek. Orang-orang di mobil itu mengikutiku dengan tergesa.
"Ayo kita ke rumah sakit. Bangun. ayo bangun!" aku menyentuh tangannya dan terpaku. Ini bukan tangannya yang biasa. Dia sudah pergi.
Aku terduduk dan merasakan aliran air di pipiku.
"Bang, aku mencintaimu. Ikhlas ya."

Buat waktu berhenti, aku ingin bersamamu selalu
Aku mendongak, berharap pada langit
dan mengikuti setiap bintang yang bersinar
Mencarimu

Buat waktu berhenti, aku ingin bersamamu selalu
Aku ingin lebih menjagamu
Ketika aku mengingat setiap hal tentangmu
Aku hanya percaya pada keabadian



Hari-hari yang berulang itu kuanggap sebagai kebahagiaan yang sewajarnya.
Hari-hari yang terus berulangmeski terlihat seperti sesuatu yang sewajarnya tapi sebenarnya tidak begitu. "Keseharian" adalah suatu keajaiban yang berharga. Itu adalah saat-saat penuh kelembutan yang menghangatkan hatiku.
--Shiharu Nakamura--

Sabtu, 16 Juni 2012

Scent Of A Woman : How Much You Can Endure The Pain?

Libur telah tiba! Meski setelahnya ada neraka! Hahaha. Libur minggu tenang yang berlangsung sebelum Ujian Akhir Semester ini lamanya 1 minggu, sejak tanggal 2 sampai tanggal 8 Januari 2012.
Seperti biasa, saya berniat mencari hiburan untuk mengisi waktu libur ini. Ada beberapa drama yang ingin saya tonton, misalnya It's Okay, Daddy's Girl (karena ada Donghae), Scent Of A Woman (ada Kim Sunah dan Lee Dongwook) dan saya juga pengen lihat We Got Married edisi Adam Couple. Korea semua? Iya. Film Indonesia, saya kurang referensi. Film Barat, takut salah minjem yang aneh-aneh. Dengan bekal judul itu, saya berangkat ke persewaan DVD (bajakan). Scent Of A Woman lah yang berhasil saya pinjam.
Sejak episode pertama, saya tidak menyesal pinjam drama ini. Apalagi ada bonus yang tidak saya sangka, yaitu ada Eom Gi Joon juga! Waaaa, Kang Oh Hyeok songsaenim ini sangat saya suka! Saya suka suaranya yang berwibawa. Dan di situ dia jadi dokter lagi! Jas putihnya, suaranya, kacamatanya...

Scent Of a Woman (여인의 향기 / Yeoinui Hyanggi) menceritakan tentang Lee Yeonjae (Kim Sunah), seorang pegawai kantor yang penampilannya tidak menarik dan sering diperlakukan buruk oleh orang-orang di sekitarnya. Ayahnya meninggal karena kanker, dia hidup bersama ibunya yang kurang dewasa (alias kekanakan) di lantai 2 rumah seorang kakek galak (nggak tau siapa namanya). Saat diserahi tugas meminjam mobil untuk klien (kantor Yeonjae namanya Line Tour), dia keduluan oleh seseorang. Pertama kali melihat orang itu, Yeonjae langsung jatuh cinta. Orang itu ternyata Kepala Departemen yang baru, Kang Jiwook (Lee Dongwook), anak dari Chairman pemilik Line Tour. Saat Yeonjae memandangi Jiwook dari dalam taksi (setelah mengejar mobil Jiwook yang awalnya mau dipinjamnya), sebuah truk menabrak taksi Yeonjae dari belakang. General checkup yang awalnya bertujuan mengecek apakah ada luka, menjadi awal dari vonis kanker otak yang didapatnya. Dokter yang memeriksanya adalah Chae Eunseok (Eom Gi Joon). Vonis inilah awal dari semua cerita. Pertemuannya dengan Eunseok di rumah sakit, pertemuannya dengan Jiwook saat Yeonjae berlibur, persaingannya dengan Im Sekyung (Seo hyo Rim) yang telah dijodohkan dengan Jiwook, kisah cintanya dengan Jiwook yang penuh lika-liku (ehem), dan lain-lain. Semuanya menunjukkan proses hidup Yeonjae yang dimulai dengan penghinaan, lalu pemberontakan, pertahanan, dan berakhir dengan kebahagiaan. Kenyataan bahwa sebenarnya Yeonjae memiliki bakat namun tidak terdeteksi karena orangnya sendiri juga merasa tidak istimewa itu juga sangat umum ditemui di dunia. Mungkin termasuk saya hehehe.

Satu catatan saya adalah bagaimana Yeonjae menahan penderitaan yang selalu datang padanya. Dia banyak bertahan, namun juga melawan saat hal itu bertentangan dengan masalah kemanusiaan dan dirinya sendiri. Seperti pada kepala bagiannya, pada kakek galak di rumahnya, juga pada Im Sekyung. Dia bertahan saat penderitaan yang datang adalah yang akan menyakiti orang lain bila dilawan. Cinta tulusnya pada ibunya adalah salah satu hal yang paling saya kagumi, mengingat ibunya itu benar-benar troublemaker yang kekanak-kanakan. Ketegaran dan cintanya itu yang membuka hati ibunya hingga pada akhirnya si ibu bisa benar-benar bersikap seperti itu.

Makna film ini bagi saya adalah seperti judul tulisan ini. How Much You Can Endure The Pain? Kita harus bisa mendeteksi mana penderitaan yang harus ditahan, dan mana penderitaan yang harus dilawan. Itu saja sih.
Oh iya, saya menerbitkan ini jauh sekali setelah draftnya saya buat, hampir setengah tahun. Hahaha, maaf ya....

No Other / episode 2

"Oppaaaaa, bogoshipdaaa..." Soojung berlari-lari menyambut Yunho. Yunho tersenyum, mendekap adiknya dengan hangat.
"Soojung-a, sudahlah, Yunho itu capek. Biarkan dia istirahat dulu. Dia kan tidak cuma sehari di sini. Ayo, biarkan dia istirahat," Jung Sooman, yang rambutnya sudah memutih mengingatkan bungsunya yang memang manja itu.
"Aboji," Yunho melepaskan pelukan Soojung, lalu ganti memeluk ayahnya. Soojung cemberut.
"Appa, aku merindukan Yunho oppa. Kenapa appa tidak pernah mau mengalah padaku?"
"Kamu selalu saja memonopoli kakakmu kalau dia pulang. Sana panggilkan ibumu. Ah, panggil Changmin juga!"
Soojung masuk ke dalam rumah. suaranya yang memanggil ibunya terdengar hingga luar. Yunho tersenyum kecut. Ibunya adalah seseorang yang sebenarnya tidak ingin ditemuinya. Melihat ibunya, Yunho akan melihat luka yang ditinggalkan oleh gadis itu. Han Aeri. Apa kabarnya sekarang?
"Oh, kamu datang nak." Jung Sooyeon muncul dari dalam rumah. Yunho membungkuk sedikit dan memaksakan senyumnya. Dia menyodorkan sebuah kantong plastik.
"Oleh-oleh dari Busan."
Sooyeon menyambar kantong itu dari tangan Yunho. Dia lalu berjalan masuk ke rumah. Dia menoleh lagi, melambai pada Yunho, menyuruhnya masuk ke rumah. Jung Sooman menghela nafas melihat kelakuan istrinya itu.
"Masuklah nak. Kamu pasti lelah." kata Sooman. Yunho tersenyum.
"Aboji, dimana Changmin?""Dia pasti sibuk di kamarnya. Dia sedang skripsi. Sepertinya dia ingin sekali segera lulus."
"Oppa, Changmin oppa sedang tidur. Aku tidak berani membangunkannya. Sepertinya dia lelah sekali." Soojung tiba-tiba muncul lagi dari dalam rumah. Yunho mengambil sesuatu dari tasnya dan memberikannya pada Soojung.
"Sebentar lagi kau ujian semester kan? Ini adalah pena keberuntungan yang aku beli saat ada festival di Busan. Pakailah. Semoga kau menjadi semakin bersemangat."
"Jeongmal? Aaah, gamsahamnida oppa! Dan pena ini, waaa, yeppeutda!" Soojung menimang-nimang pena pemberian Yunho dengan sayang. Yunho mengacak rambut adiknya itu.
"Ayolah, kita masuk!" Jung Sooman mengangkat salah satu tas Yunho dan membawanya masuk. Yunho dan Soojung menyusulnya.
Changmin menguap. Dia lalu bangkit, duduk dan mengucek-ucek mata. Masih mengantuk.
"Wah, mahasiswa tingkat akhir ini benar-benar suka tidur!" sebuah suara terdengar dari pintu kamar Changmin. Changmin menoleh.
"HYUNG!!" Changmin langusng bangun sepenuhnya. Dia menghambur ke arah Yunho sambil membentangkan tangan. Mereka berdua berpelukan sambil tertawa-tawa.
"Changmin ah, kenapa kamu kurus sekali? Apa gizimu habis terhisap lembar-lembar kertas itu?" Yunho menunjuk tumpukan buku referensi di dekat laptop Changmin. Changmin tertawa.
"Hyung saja yang tambah gendut! Apa hyung berhenti fitness?"
"Ini kan karena selama pelatihan aku jarang beranjak dari kursi!"
"Bagaimana hyung? Nanti malam kita main game lagi di tempat Sungmin hyung? Dia dan Jieun pasti akan senang. Aku sudah mebayangkan Jieun menyuguhkan jus ala dia yang tidak jelas itu...." Changmin terdiam begitu Yunho langsung melepaskan tangan Changmin di pundaknya.
"Sudahlah. Kamu masih akrab ya dengan mereka? Haha, tentu saja. Di sini tidak ada yang bisa menerimamu seperti mereka...."
"Hyung, kau bicara apa? Sudahlah, sudah hampir setahun. Apakah hyung benar-benar membenci Sungmin hyung sampai seperti itu? Kalian sahabat kan??"
"Aku tidak punya sahabat yang mengambil cintaku di depan mataku."
"Hyung, ayolah! Tidak ada yang diambil dan mengambil di sini!"
"Shikkeuro! Kamu tidak tahu apa-apa, Changmin ah. Aku tidak ingin hari pertamaku di rumah diisi dengan perdebatan denganmu. Kamu akan selalu membela dia."
"Hyung..."
"Aku lapar. Apa kamu tidak ingin makan malam?" tanya Yunho datar. Changmin menggeleng.
"Aku sudah punya janji makan malam di sebelah."
"Baiklah. Terserah."
------------
Changmin sedang mengunyah kimchi lobaknya saat Sungmin dengan ragu-ragu bertanya, "Benarkah Yunho sedang di rumah?"
"Ne hyung, dia datang tadi sore."
"Lalu kenapa kamu malah makan di sini?"
"Ah, hyung tahu sendiri, saya tidak pernah makan bersama keluarga Jung."
"Tapi ada Yunho kan?"
Changmin tertawa hambar. Dia mengambil lagi telur gulung di depannya. Jieun memperhatikan Changmin yang kelihatan tidak enak hati. Dia tiba-tiba bertepuk tangan.
"Jamkkan manyo! Masih ada masakan spesial yang belum aku sajikan. Gidaryeo, gidaryeo, eo?" dia pergi ke dapur dan kembali membawa sebuah nampan yang ditutupi tudung saji.
"Ayo tebak, apa ini??" dia menaruh nampan itu di tengah meja.
"Sup ayam?"
"Abalon?"
Jieun menggeleng-geleng sambil tersenyum, lalu dia membuka tudung saji.
"Jjan! Cumi pedas! Woohoooo...." serunya riang. Dua oppa di sana bertepuk tangan riuh. Cumi memang kesukaan Sungmin dan Changmin. Tanpa disuruh keduanya segera mengambil sumpit dan mencicipinya.
"Mashitaa! Aigooo, uri dongsaeng benar-benar koki handal!" seru Sungmin bahagia. Jieun kesayangannya, satu-satunya keluarga yang masih dia miliki, telah tumbuh menjadi seorang gadis yang terampil.
Changmin mengangguk-angguk, mulutnya sibuk mengunyah. Jieun senang melihat dua oppanya itu makan dengan lahap. Sudut matanya memandang sesosok orang di depan pagar. Jelas sekali, itu Yunho. Jieun bangkit dan berlari ke depan. Sungmin dan Changmin memandangnya tidak mengerti.
"Yunho oppa!" teriak Jieun di teras. Yunho sudah pergi.
"Itu tadi Yunho hyung?" tanya Changmin saat Jieun kembali ke ruang makan. Jieun mengangguk. Dia lalu menatap Sungmin dengan mata memelas.
"Waeyo? Kenapa kamu melihatku seperti itu?"
"Sungmin oppa, tidak bisakah oppa berbaikan dengan Yunho oppa? Seperti dulu? Aku ingin rumah kita ramai seperti dulu. Kalian bertiga bermain game dengan berisik, aku ingin seperti itu lagi."
"Apa kamu pikir aku suka dengan kondisi ini, Jieun-a??? Ini semua karena Yunho terlalu egois! Apa dia tahu kalau Aeri sangat sakit dengan perpisahan mereka?? Apa dia tahu kalau Aeri sekarang ada jauh di Jeju karena dia tidak sanggup lagi berada di Seoul??"
"Aeri nuna...ada di Jeju?" tanya Changmin. Sungmin memandangnya letih.
"Ne. Bukan hanya Yunho dan aku yang sakit karena peristiwa itu. Aeri...adalah yang paling menderita. Dia ditolak oleh Sooyeon-ssi. Selain itu, orang yang dia cintai juga meragukannya. Apa kau pikir itu hal yang mudah untuk seorang gadis??"
Changmin tertegun. Yunho juga pergi dari Seoul, karena Aeri. Kenapa dua orang yang saling mencintai harus mengalami hal semacam ini? Jung Sooyeon, seharusnya bisa Yunho dan Aeri atasi bersama dengan cinta mereka. Tapi kenapa kesalahpahaman menjadikan semuanya berantakan seperti ini? Changmin masih sibuk dengan pikirannya ketika bel berbunyi dan membuyarkan pikirannya. Jieun melarang Sungmin membukakan pintu.
"Tidak usah oppa, biar aku yang membukanya. Itu pasti Sanghyun. Dia bilang akan datang meminjam buku." Jieun bangkit dari duduknya dan berjalan ke pintu depan. Terdengar suara pintu dibuka, dan suara seorang pemuda memberi salam. Pemuda? Telinga Changmin tegak. Sungmin bangkit menuju dapur, mengambil minuman, dan hendak mengantarkannya ke depan. Changmin segera berdiri.
"Aku saja....yang mengantar ini ke depan. Hyung bisa istirahat sekarang."
"Geurae? Baiklah. Ini." Sungmin menyerahkan nampan pada Changmin, lalu dia sendiri pergi ke kamarnya. Dia lelah. Changmin membawa minuman itu ke ruang tamu. Seorang pemuda sedang mengobrol dengan Jieun. Sesekali mereka tertawa. Changmin berusaha untuk tidak merengut. Dia tersenyum pada pemuda itu dan menaruh minuman di meja.
"Yeogi... Ada minuman untuk kalian. Siapa tahu kalian haus setelah tertawa-tawa." kata Changmin. Pemuda itu berdiri dan membungkuk pada Changmin.
"Annyeong hashimnikka, hyung. Park Sanghyun imnida. Jieun chingu." sapanya.
"Annyeong haseyo. Shim Changmin imnida."
"Shim? Bukan Lee?"
"Ah, Sanghyun-a, Changmin oppa adalah tetanggaku. Rumahnya yang di sebelah kiri itu, rumah keluarga Jung.""Jung? Rumah Jung Soojung?"
"Iya. Changmin oppa....nggg, keluarga mereka..." Jieun tampak agak susah menjelaskan.
"Saya menumpang di sana." kata Changmin langsung. Jieun menatapnya tajam. Changmin pura-pura tidak sadar.
"Kalian berdua sekelas? Dengan Soojung juga sekelas?" tanya Changmin.
"Betul. Apa Jieun tidak pernah cerita kalau mereka sekelas?"
"Sepertinya mereka tidak terlalu akrab."
"Oppa, apa kau ingin terus ngobrol dengan kami?" tanya Jieun tajam. Changmin mengangkat bahu.
"Baiklah, aku akan pulang. Sungmin hyung ada di dalam. Annyeong, Jieun-a. Annyeong, Sanghyun-ssi."
Changmin meninggalkan rumah keluarga Lee dengan perasaan tidak enak. Pikirannya penuh dengan Jieun dan Sanghyun. Jieun dan Sanghyun. Jieun dan Sanghyun.
"Aiiissshh, apa yang aku pikirkan??? Sudahlah, bab 3 sudah menunggu! Fighting!" Changmin berlari-lari dan berhenti di pintu gerbang rumah keluarga Jung. Yunho sedang duduk di beranda. Changmin membuka pintu gerbang perlahan dan masuk. Dia duduk di samping Yunho.
"Hyung, tidak pergi? Biasanya hyung main ke Namsan. Ah, tidak ada lagi yang diajak ke sana ya?" sindir Changmin. Yunho memandangnya kesal.
"Hyung tidak ada niat untuk berbaikan dengan Sungmin hyung dan Aeri nuna?"
"Sudah berapa kali aku katakan, aku paling benci pengkhianat...."
"Aeri nuna ada di Jeju." potong Changmin. Yunho terbelalak.
"Je...Jeju? Kenapa?"
"Kenapa? Tentu saja karena dia ditolak oleh ibu orang yang dicintainya, dan sekaligus diragukan cintanya oleh orang itu. Aku juga baru tahu ada orang bodoh yang sama sekali tidak bisa berpikir jernih dan malah membuang orang-orang yang mencintainya."Plakk! Sebuah tamparan mendarat di pipi Changmin. Panas. Sakit. Yunho menampar Changmin dengan sekuat tenaga. Mata Yunho memerah.
"Apa Sungmin yang mengatakan itu padamu?"
"Apa itu masih mengganggumu hyung? Lalu kenapa kamu harus pura-pura menahan sakit sendirian?"
"Kamu tidak tahu apa-apa. Sudahlah." Yunho bangkit dan berjalan terhuyung ke dalam rumah. Changmin menghela nafas. Darah Jung Sooyeon memang tetap mengalir pada Yunho. Keras kepala.
--------------
Changmin sudah seharian di kamar. Targetnya wisuda bulan Mei. Sekarang sudah tanggal 1 April. Sekitar 80% sudah tercapai. Dia agak malas keluar kamar. Sejak malam itu, dia dan Yunho tidak banyak bicara. Yunho telah mulai bekerja di firma hukum Han. Training di Busan selama beberapa bulan kemarin benar-benar diuji aplikasinya. Maklum saja, firma hukum Han adalah satu dari 10 firma hukum terkemuka di Korea Selatan.
Toktoktok, pintu kamar Changmin diketuk. Changmin mendongak. Jung Soojung.
"Ada apa?"
"Oppa tidak ingin makan?"
"Aku belum lapar."
"Oppa, apa....aku...boleh mengatakan...sesuatu?"
"Sejak kapan kamu minta izin untuk mengatakan sesuatu?" Changmin balas bertanya.
Putri kesayangan Jung Sooyeon ini sebenarnya selalu berusaha bersikap baik pada Changmin, tapi Changmin secara tidak sengaja tahu bahwa Soojung juga menolak saat Jung Sooman hendak merawat Shim Sooyoung, ibu Changmin, di rumah ini. Changmin masih sangat ingat apa yang dikatakan Soojung. Saat itu musim panas setahun yang lalu. Kondisi Sooyoung sudah stabil sehingga Sooman berniat membawa Sooyoung ke rumah. Sooyeon dan Soojung yang menolak keras rencana itu.
"Aku tidak mau seorang ajumma yang kurang waras berkeliaran di rumah!" kata Soojung saat itu. Hati Changmin serasa dirobek saat mendengar kalimat itu keluar dari seorang gadis kelas 1 SMA. Sejak saat itu, Changmin mengambil jarak dengan keluarga Jung. Apalagi Yunho juga sedang ada training di Busan sehingga jarang sekali pulang. Sempurnalah tembok tinggi itu terbangun antara Changmin dan keluarga Jung. Jung Sooman, pamannya, hanya peduli pada Sooyoung karena Changmin adalah anak dari Sooyoung dengan pria yang tidak disukai Sooman. Marga Shim inilah tembok di antara mereka.
"Oppa, neomu johahaeyo...." kata Soojung sambil menunduk. Changmin mengangkat wajahnya, mendongak menatap gadis itu.
"April Mop kan? Astaga Soojung, kamu pikir aku tertipu dengan hal seperti ini? Aniyo. Sudahlah, aku sedang mengerjakan skripsiku. Bukankah hyung sudah pulang, kenapa kamu justru ke sini, bukannya melepas rindu dengannya?"
Soojung tidak menjawab. Matanya berkaca-kaca.
"Nappeuneum. Oppa nappeuneum!" serunya. Dia langsung berbalik dan berlari ke kamarnya. Brakk! Suara pintu kamar yang dibanting terdengar. Changmin terdiam, tidak mengerti. Kemudian terdengar langkah kaki cepat menuju kamar Changmin. Jung Sooyeon muncul dari pintu kamar.
"Apa yang kamu lakukan, baboya! Lagi-lagi kamu membuat masalah saja!" dia langsung mendamprat Changmin. Changmin memandangnya dingin. Wanita inilah penyebab semua hal buruk yang terjadi di sekitarnya.
"Percuma saja anda bicara seperti itu padaku. Soojung yang datang kemari dan menangis. Aku tidak berbuat apa-apa." Jung Sooyeon melotot dan meninggalkan kamar Changmin. Changmin menggeleng-geleng.
"Muncul lagi satu masalah. Aku hanya ingin skripsiku cepat selesai. Sepertinya aku harus ke rumah sakit besok." gumamnya. Dia meraih HP, lalu mengetik SMS. Sebuah balasan segera datang, dan Changmin tersenyum.
----------
Changmin berdiri di depan sebuah SMA. Sudah sekitar 5 menit dia berdiri dan sedikit mondar-mandir. Beberapa anak SMA yang lewat berbisik-bisik sambil melirik (memandang sebenarnya) pada Changmin. Di mata mereka, Changmin adalah anak kuliahan yang keren. Mereka semua penasaran siapa yang ditunggunya.
Soojung dan teman-temannya berjalan melewati gerbang. Miyeon, salah seorang teman Soojung, melihat Changmin dan dia segera menarik Soojung.
"Soojung-a, bukankah dia kakak keren yang ada di rumahmu? Kenapa dia ada di sini?"
"Entahlah. Aku juga tidak tahu."
"Ya, bukankah kemarin kamu mengatakan perasaanmu padanya? Sepertinya dia menerimanya!"
Teman-teman Soojung menggodanya dengan suit-suit usil. Soojung, antara percaya dan tidak, tapi mukanya sudah memerah.
"Ayo, kita hampiri dia!" kata Miyeon. Mereka berlima akhirnya mendekati Changmin. Changmin malah tidak menyadari kehadiran mereka sebelum Soojung menyapanya.
"Oppa, sedang apa di sini?" tanya Soojung. Changmin terkesiap, lalu memandang Soojung.
"Soojung-a? Aaah, maaf, aku tidak sadar. Aku menunggu Jieun. Ah, bukankah kalian sekelas? Kenapa dia belum keluar?"Soojung, setelah mendengar nama Jieun lagi, senyumnya lenyap.
"Entahlah, mungkin dia sedang membersihkan kelas atau semacamnya." kata Soojung ketus. Teman-teman Soojung saling sikut. Miyeon lalu berkata, "Sepertinya aku tadi melihat Jieun dan Sanghyun di taman sekolah..."
Soojung menghela nafas kesal. "Oppa, kami pulang dulu. Annyeonghi gyeseyo!" Soojung menarik teman-temannya yang sepertinya masih ingin memandangi Changmin lebih lama. Lima gadis itu pergi ke halte bus. Changmin masih berdiri sambil memandangi gerbang. Tak lama kemudian, Jieun keluar. Bersama seorang pemuda. Yang kemarin ke rumah Jieun."Sepertinya aku tadi melihat Jieun dan Sanghyun di taman sekolah..."
Changmin baru menyadari apa yang dikatakan oleh teman Soojung tadi. Tanpa bisa ditahan, hatinya merasa kesal melihat mereka berdua berjalan ke arahnya sambil tertawa-tawa.
"Annyeong haseyo, oppa. Sudah lama?" sapa Jieun. Sanghyun juga segera menyapa Changmin. Changmin tersenyum dipaksakan.
"Kita berangkat sekarang?" tanya Changmin.
"Iya. Ah, Sanghyun akan ikut dengan kita. Dia sedang ada tugas penelitian kemasyarakatan, dan dia merasa bahwa rumah sakit rehabilitasi jiwa adalah ide bagus."
"Geurae? Kalau begitu, ayo kita berangkat. Sanghyun-ssi, jangan kaget ya kalau ibuku pasien di sana!"
"Oppa bicara apa? Sooyoung ajumeoni di sana kan volunteer!" Jieun tampak kurang suka dengan cara bicara Changmin. Sanghyun menjadi tidak enak. Dalam perjalanan ke rumah sakit, mereka bertiga hanya diam. Jieun merasa aneh. Kenapa Changmin yang biasanya cerewet menjadi pendiam? Apa dia sedang badmood? Jieun tidak tahu, Sanghyun adalah penyebab semua itu.
"Eommoni!" seru Changmin sambil menghampiri ibunya. Sooyoung tersenyum lembut. Putra kecilnya itu telah tumbuh semakin tinggi. Di belakang Changmin, tampak Jieun tersenyum sambil membawa sekeranjang apel.
"Aigoo, Jieun-ssi, kamu tidak usah repot-repot!"
"Ah, tidak kok ajumeoni. Saya hanya membawakan oleh-oleh Changmin oppa."
Sanghyun berjalan-jalan di rumah sakit rehabilitasi jiwa itu. Tempat ini sepertinya cocok untuk penelitian kemasyarakatannya.
"Sedang mencari mangsa?" Changmin tiba-tiba muncul di belakangnya. Sanghyun sedikit kaget.
"Hahaha, saya hanya sedang mengamati hyung. Tempat ini bagus sekali. Apa ini milik swasta?"
"Ya, ini milik Yayasan Gyeoul Jangmi. Yayasan ini juga yang memberiku beasiswa.""Wah, menarik sekali! Apa hyung kenal dengan pengelolanya?""Tentu saja. Apa kau ingin mengadakan wawancara?" tanya Changmin. Sanghyun mengangguk antusias.
"Mengenai kau dan Jieun, apa..kalian....hanya teman?""Sebenarnya hyung, naega Jieun johahamnida..." kata Sanghyun malu-malu. Changmin tertegun.
"Apa yang kalian bicarakan?" Jieun menghampiri mereka.
"Ah, bukan apa-apa. Hanya tentang rumah sakit ini." kata Sanghyun cepat. Dia tidak ingin pembicaraan tadi didengar Jieun.
"Ooh. Oppa, apa oppa kenal dengan nenek itu?" Jieun menunjuk seorang nenek yang sedang duduk di bangku bersama seorang kakek. Si nenek menyandarkan kepalanya di bahu si kakek.
"Kenal. Itu Nyonya Bae, dan suaminya. Kenapa?"
"Mereka berdua romantis sekali. Siapa ya, pria yang akan bersamaku sampai tua nanti?" celetuk Jieun, terbawa suasana. Wajah Sanghyun memerah mendengar itu. Bibir Changmin bergetar.
"Bukankah kamu sudah berjanji untuk tinggal di istana bersamaku?" seru Changmin tanpa sadar. Jieun dan Sanghyun terbelalak memandang Changmin. Wajah Jieun memerah. Changmin menutup mulutnya.
------------
Yunho menggenggam tiket pesawat di tangannya. Matanya terpejam.