Kamis, 23 Februari 2012

Cinta, Bersabarlah....

Kabut tipis semacam ini seharusnya bukan lagi belenggu yang memberatkan. Kabut yang sudah sering datang, terlalu sering hingga aku bosan. Kabut yang kadang membawa kebencian, tapi lebih sering lagi membawa kesedihan.
Terbiasa, namun tetap saja menyesakkan. Sedikit gelap, sedikit suram, sedikit rapuh. Seperti sebagian langit-langit yang runtuh dan terburai mengotori kamar. Memandangnya membuat hati lemah, padahal seharusnya patahan yang tercerai itu dikumpulkan, dibuang, hingga kamarmu bersih.
Tak peduli kabut itu berasal dari embun di sini atau genangan di sana, tetap saja muramnya sama, sedihnya tak jauh beda. Tak ingin merasa begini, apalagi kabut yang tercipta ada aroma kerabat. Tetap saja perih dan sesak, karena ego bukan sekedar onggokan angin. Ego berdiri kukuh, menghalau keramahan dan kehangatan pagi.
Dengan abracadabra saja, tidak semudah itu berubah. Mungkin perlu diguyur hujan agar luntur. Cinta, atau perasaan bodoh ini, membuatku terdekam dalam putus asa. Empat atau beberapa kalipun dialami, selama kaki masih ingin berdiri di tempat yang sama, tak akan mengubah apapun. Hanya warna kabut yang akan berubah, namun rasanya tak akan berbeda.
Hanya perlu melangkah. Tak usah menoleh. Tak usah mencemaskan arah.
Cinta, bersabarlah... Ada saat dan dermaga yang tepat untuk berlabuh.

*Apa warna kabutku sudah berubah? Kau tidak bisa lagi melihat, sepertinya. Syukurlah.

Yogyakarta, 18-9-2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar