Kamis, 23 Februari 2012

Kebun Mawar

Apa boleh aku seperti ini?
Apa boleh aku membuat kebun mawar?
Meski aku menjaga tanganku dari durinya
Meski aku menjaga mataku dari warna-warninya
Meski kututup hidungku dari wanginya
Apakah aku bisa tahan akan pesonanya?
Apakah aku bisa tahan untuk tidak memikirkannya?
Apakah tidak apa bila aku peduli padanya?

Benar-benar sulit
Karena mawar adalah bunga yang pernah sangat kusayangi
Dan sulit membedakan apakah ini karena profesi,
atau karena ada perasaanku yang lama
Aku hanya ingin memiliki dunia yang cerah dan berwarna
Bagaimana seharusnya??

Yogyakarta, 11-12-2011

Cinta, Bersabarlah....

Kabut tipis semacam ini seharusnya bukan lagi belenggu yang memberatkan. Kabut yang sudah sering datang, terlalu sering hingga aku bosan. Kabut yang kadang membawa kebencian, tapi lebih sering lagi membawa kesedihan.
Terbiasa, namun tetap saja menyesakkan. Sedikit gelap, sedikit suram, sedikit rapuh. Seperti sebagian langit-langit yang runtuh dan terburai mengotori kamar. Memandangnya membuat hati lemah, padahal seharusnya patahan yang tercerai itu dikumpulkan, dibuang, hingga kamarmu bersih.
Tak peduli kabut itu berasal dari embun di sini atau genangan di sana, tetap saja muramnya sama, sedihnya tak jauh beda. Tak ingin merasa begini, apalagi kabut yang tercipta ada aroma kerabat. Tetap saja perih dan sesak, karena ego bukan sekedar onggokan angin. Ego berdiri kukuh, menghalau keramahan dan kehangatan pagi.
Dengan abracadabra saja, tidak semudah itu berubah. Mungkin perlu diguyur hujan agar luntur. Cinta, atau perasaan bodoh ini, membuatku terdekam dalam putus asa. Empat atau beberapa kalipun dialami, selama kaki masih ingin berdiri di tempat yang sama, tak akan mengubah apapun. Hanya warna kabut yang akan berubah, namun rasanya tak akan berbeda.
Hanya perlu melangkah. Tak usah menoleh. Tak usah mencemaskan arah.
Cinta, bersabarlah... Ada saat dan dermaga yang tepat untuk berlabuh.

*Apa warna kabutku sudah berubah? Kau tidak bisa lagi melihat, sepertinya. Syukurlah.

Yogyakarta, 18-9-2011

Pendidikan : Antara Kebutuhan dan Kebanggaan

Pendidikan, dalam kehidupan manusia telah lama diyakini sebagai salah satu penyangga peradaban dan dapat menentukan kualitas seorang manusia. Pendidikan juga merupakan salah satu variabel yang dinilai sebagai penentu Human Development Index / Indeks Pembangunan Manusia, dengan indikator berupa Public expenditure on education; Expected Years of Schooling (of children); Adult literacy rate, both sexes; Mean years of schooling (of adults); Education index; dan Combined gross enrolment in education (both sexes).  Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989, Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sedangkan dalam pasal 3 dan 4 undang-undang tersebut dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional, serta Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dengan demikian, secara garis besar sebenarnya pemerintah Indonesia telah menyadari sepenuhnya bahwa pendidikan merupakan suatu investasi jangka panjang untuk meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia. Beberapa tujuan pendidikan adalah :
a.       Sebagai bekal mendapatkan penghidupan yang lebih baik secara ekonomi
Pendidikan dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitas seseorang. Dengan demikian, seharusnya seseorang yang telah mengenyam pendidikan akan lebih baik penghidupannya daripada yang belum atau tidak mengenyam pendidikan.
b.      Kewajiban sebagai makhluk Tuhan yang berpikir
Agama Islam merupakan salah satu agama yang mewajibkan pemeluknya untuk menuntut ilmu selama hidupnya. Selain itu, Allah akan menaikkan derajat orang yang beriman dan berilmu.
c.       Membekali anak dengan budi pekerti
Pendidikan seharusnya dapat berimbas terhadap perilaku seseorang sehingga seseorang yang berpendidikan dapat bersikap dan berbudi lebih baik daripada yang belum atau tidak mengenyam pendidikan.
Undang-undang Sisdiknas juga telah menyebutkan bahwa Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan. Seluruh warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan. Akan tetapi, pendidikan saat ini fokus terhadap pendidikan formal saja, yaitu pendidikan dengan jenjang dasar hingga tinggi. Hal inilah yang menyebabkan pemerataan pendidikan di Indonesia menjadi sulit dicapai. Perbedaan pandangan tentang pendidikan terjadi pada tingkat ekonomi yang berbeda. Bagi sebagian besar kalangan dengan ekonomi atas dan menengah, pendidikan formal merupakan suatu kewajiban bahkan menjadi suatu gengsi tersendiri. Sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi unggulan selalu dibanjiri pendaftar, yang bahkan terkadang menggunakan segala cara untuk dapat diterima. Orangtua akan merasa bangga bila putra-putrinya menempuh pendidikan di sekolah-sekolah unggulan, bahkan demi itu rela bekerja lebih keras supaya dapat membiayai pendidikan putra-putrinya. Akan tetapi, yang menjadi masalah dalam bidang pendidikan adalah bila yang dikejar hanyalah gelar yang didapatkan dari sekolah formal. Banyaknya ijazah aspal, jual-beli skripsi dan joki ujian adalah contoh penyelewengan fungsi pendidikan formal menjadi sekedar penambah gelar di belakang atau di depan suatu nama. Sebaliknya, bagi kalangan dengan tingkat ekonomi bawah, pendidikan adalah barang mahal yang tidak dapat diperoleh dengan mudah. Buku, seragam, dan sumbangan pendidikan merupakan sesuatu yang menjadi pembatas mereka mengenyam pendidikan. Program BOS yang digulirkan pemerintah tidak dapat menutupi kebutuhan tersebut, apalagi ada sekolah-sekolah yang memungut sumbangan pendidikan besar, yang tentu saja merupakan sesuatu yang nyaris mustahil untuk dipenuhi oleh kalangan dengan tingkat ekonomi bawah.
Apabila kita menilik kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, yang belum dapat dinikmati oleh semua warga negara, meskipun angka melek huruf di Indonesia cukup tinggi. Menurut Anies Baswedan, penggagas program Indonesia Mengajar, tingkat melek huruf hanya bisa dipergunakan sebagai pondasi agar pendidikan dan kecerdasan masyarakat sebuah bangsa semakin berkembang. Tetapi, proses perubahan masyarakat melalui pendidikan harus terus didorong. Salah satu proses perubahan tersebut yaitu dengan terus menambah jumlah anak-anak yang bisa mengenyam bangku sekolah. Salah satu cara menambah jumlah anak-anak yang bisa mengenyam bangku sekolah tersebut adalah dengan melaksanakan pengabdian dalam pendidikan. Pengabdian tersebut dapat diwujudkan dengan mengadakan pendidikan-pendidikan non-formal yang akan menjadi begitu penting sebagai salah satu saka guru penjagaan kualitas manusia Indonesia secara jangka panjang. Alasan klasik berupa ketiadaan biaya dan waktu tidak akan berlaku lagi dengan adanya pengabdian dalam pendidikan, karena pendidikan yang diberikan memiliki fleksibilitas yang lebih daripada pendidikan formal dan terlebih lagi, tidak memungut biaya dari peserta didik. Fleksibilitas ini terjadi karena tujuannya bukanlah memberikan ijazah dan gelar melainkan memberikan pendidikan sebagai suatu kebutuhan dasar manusia.
Pengabdian dalam bidang pendidikan dapat dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat yang memiliki kemampuan. Bagi mahasiswa, melakukan pengabdian dalam bidang pendidikan dapat menjadi suatu pembelajaran yang baik akan pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia. Pendidikan merupakan kebutuhan bagi setiap manusia, tidak memandang jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi. Mungkin pendidikan yang diperoleh secara non-formal semacam ini tidak dapat memberikan prestise yang sama dengan pendidikan formal, akan tetapi tiga tujuan pendidikan yang telah disebutkan di atas masih dapat terpenuhi. Peserta didik dapat memperoleh bekal mendapatkan penghidupan yang lebih baik secara ekonomi, menjalankan kewajiban sebagai makhluk Tuhan yang berpikir dengan menuntut ilmu dan terbekali dengan budi pekerti.
  Fleksibilitas dalam kegiatan pengabdian ini menjadikan kegiatan dapat disusun dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didiknya, mengingat peserta didik yang menjadi sasaran merupakan anak-anak dengan kondisi kehidupan “khusus” yang memerlukan penanganan “khusus” pula. Fleksibilitas ini juga membuat pendidikan semacam ini dapat menjangkau lebih banyak kalangan, baik dari pendidik maupun peserta didiknya. Tidak ada keharusan menempuh pendidikan keguruan selama beberapa tahun seperti pendidik dalam lingkup pendidikan formal, justru pengabdian ini dapat menjadikan seseorang mendapatkan cara belajar baru mengenai kehidupan. Pengabdian dalam pendidikan ini bisa menjangkau lebih banyak kalangan dengan latar belakang yang berbeda dan belum tersentuh pendidikan formal sebagai peserta didiknya.

Daftar Bacaan :
-          Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
-          AnneAhira.com. Content Team. Tujuan Pendidikan yang Ideal. http://www.anneahira.com/tujuan-pendidikan.htm
-          Didi Purwadi. 2011. Tingkat Melek Huruf Tinggi, Pendidikan di Indonesia Belum Maju. http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/11/01/12/157847-tingkat-melek-huruf-tinggi-pendidikan-di-indonesia-belum-maju

Yogyakarta, 23 Februari 2012