"Oppaaaaa, bogoshipdaaa..." Soojung berlari-lari menyambut Yunho. Yunho tersenyum, mendekap adiknya dengan hangat.
"Soojung-a,
sudahlah, Yunho itu capek. Biarkan dia istirahat dulu. Dia kan tidak
cuma sehari di sini. Ayo, biarkan dia istirahat," Jung Sooman, yang
rambutnya sudah memutih mengingatkan bungsunya yang memang manja itu.
"Aboji," Yunho melepaskan pelukan Soojung, lalu ganti memeluk ayahnya. Soojung cemberut.
"Appa, aku merindukan Yunho oppa. Kenapa appa tidak pernah mau mengalah padaku?"
"Kamu selalu saja memonopoli kakakmu kalau dia pulang. Sana panggilkan ibumu. Ah, panggil Changmin juga!"
Soojung
masuk ke dalam rumah. suaranya yang memanggil ibunya terdengar hingga
luar. Yunho tersenyum kecut. Ibunya adalah seseorang yang sebenarnya
tidak ingin ditemuinya. Melihat ibunya, Yunho akan melihat luka yang
ditinggalkan oleh gadis itu. Han Aeri. Apa kabarnya sekarang?
"Oh,
kamu datang nak." Jung Sooyeon muncul dari dalam rumah. Yunho
membungkuk sedikit dan memaksakan senyumnya. Dia menyodorkan sebuah
kantong plastik.
"Oleh-oleh dari Busan."
Sooyeon menyambar
kantong itu dari tangan Yunho. Dia lalu berjalan masuk ke rumah. Dia
menoleh lagi, melambai pada Yunho, menyuruhnya masuk ke rumah. Jung
Sooman menghela nafas melihat kelakuan istrinya itu.
"Masuklah nak. Kamu pasti lelah." kata Sooman. Yunho tersenyum.
"Aboji, dimana Changmin?""Dia pasti sibuk di kamarnya. Dia sedang skripsi. Sepertinya dia ingin sekali segera lulus."
"Oppa,
Changmin oppa sedang tidur. Aku tidak berani membangunkannya.
Sepertinya dia lelah sekali." Soojung tiba-tiba muncul lagi dari dalam
rumah. Yunho mengambil sesuatu dari tasnya dan memberikannya pada
Soojung.
"Sebentar lagi kau ujian semester kan? Ini adalah pena
keberuntungan yang aku beli saat ada festival di Busan. Pakailah. Semoga
kau menjadi semakin bersemangat."
"Jeongmal? Aaah, gamsahamnida
oppa! Dan pena ini, waaa, yeppeutda!" Soojung menimang-nimang pena
pemberian Yunho dengan sayang. Yunho mengacak rambut adiknya itu.
"Ayolah, kita masuk!" Jung Sooman mengangkat salah satu tas Yunho dan membawanya masuk. Yunho dan Soojung menyusulnya.
Changmin menguap. Dia lalu bangkit, duduk dan mengucek-ucek mata. Masih mengantuk.
"Wah, mahasiswa tingkat akhir ini benar-benar suka tidur!" sebuah suara terdengar dari pintu kamar Changmin. Changmin menoleh.
"HYUNG!!"
Changmin langusng bangun sepenuhnya. Dia menghambur ke arah Yunho
sambil membentangkan tangan. Mereka berdua berpelukan sambil
tertawa-tawa.
"Changmin ah, kenapa kamu kurus sekali? Apa gizimu
habis terhisap lembar-lembar kertas itu?" Yunho menunjuk tumpukan buku
referensi di dekat laptop Changmin. Changmin tertawa.
"Hyung saja
yang tambah gendut! Apa hyung berhenti fitness?"
"Ini kan karena selama
pelatihan aku jarang beranjak dari kursi!"
"Bagaimana hyung? Nanti malam
kita main game lagi di tempat Sungmin hyung? Dia dan Jieun pasti akan
senang. Aku sudah mebayangkan Jieun menyuguhkan jus ala dia yang tidak
jelas itu...." Changmin terdiam begitu Yunho langsung melepaskan tangan
Changmin di pundaknya.
"Sudahlah. Kamu masih akrab ya dengan
mereka? Haha, tentu saja. Di sini tidak ada yang bisa menerimamu seperti
mereka...."
"Hyung, kau bicara apa? Sudahlah, sudah hampir setahun.
Apakah hyung benar-benar membenci Sungmin hyung sampai seperti itu?
Kalian sahabat kan??"
"Aku tidak punya sahabat yang mengambil
cintaku di depan mataku."
"Hyung, ayolah! Tidak ada yang diambil dan
mengambil di sini!"
"Shikkeuro! Kamu tidak tahu apa-apa, Changmin ah. Aku
tidak ingin hari pertamaku di rumah diisi dengan perdebatan denganmu.
Kamu akan selalu membela dia."
"Hyung..."
"Aku lapar. Apa kamu tidak ingin makan malam?" tanya Yunho datar. Changmin menggeleng.
"Aku sudah punya janji makan malam di sebelah."
"Baiklah. Terserah."
------------
Changmin sedang mengunyah kimchi lobaknya saat Sungmin dengan ragu-ragu bertanya, "Benarkah Yunho sedang di rumah?"
"Ne hyung, dia datang tadi sore."
"Lalu kenapa kamu malah makan di sini?"
"Ah, hyung tahu sendiri, saya tidak pernah makan bersama keluarga Jung."
"Tapi ada Yunho kan?"
Changmin
tertawa hambar. Dia mengambil lagi telur gulung di depannya. Jieun
memperhatikan Changmin yang kelihatan tidak enak hati. Dia tiba-tiba
bertepuk tangan.
"Jamkkan manyo! Masih ada masakan spesial yang
belum aku sajikan. Gidaryeo, gidaryeo, eo?" dia pergi ke dapur dan
kembali membawa sebuah nampan yang ditutupi tudung saji.
"Ayo tebak, apa ini??" dia menaruh nampan itu di tengah meja.
"Sup ayam?"
"Abalon?"
Jieun menggeleng-geleng sambil tersenyum, lalu dia membuka tudung saji.
"Jjan!
Cumi pedas! Woohoooo...." serunya riang. Dua oppa di sana bertepuk
tangan riuh. Cumi memang kesukaan Sungmin dan Changmin. Tanpa disuruh
keduanya segera mengambil sumpit dan mencicipinya.
"Mashitaa!
Aigooo, uri dongsaeng benar-benar koki handal!" seru Sungmin bahagia.
Jieun kesayangannya, satu-satunya keluarga yang masih dia miliki, telah
tumbuh menjadi seorang gadis yang terampil.
Changmin
mengangguk-angguk, mulutnya sibuk mengunyah. Jieun senang melihat dua
oppanya itu makan dengan lahap. Sudut matanya memandang sesosok orang di
depan pagar. Jelas sekali, itu Yunho. Jieun bangkit dan berlari ke
depan. Sungmin dan Changmin memandangnya tidak mengerti.
"Yunho oppa!" teriak Jieun di teras. Yunho sudah pergi.
"Itu
tadi Yunho hyung?" tanya Changmin saat Jieun kembali ke ruang makan.
Jieun mengangguk. Dia lalu menatap Sungmin dengan mata memelas.
"Waeyo?
Kenapa kamu melihatku seperti itu?"
"Sungmin oppa, tidak bisakah oppa
berbaikan dengan Yunho oppa? Seperti dulu? Aku ingin rumah kita ramai
seperti dulu. Kalian bertiga bermain game dengan berisik, aku ingin
seperti itu lagi."
"Apa kamu pikir aku suka dengan kondisi ini,
Jieun-a??? Ini semua karena Yunho terlalu egois! Apa dia tahu kalau Aeri
sangat sakit dengan perpisahan mereka?? Apa dia tahu kalau Aeri
sekarang ada jauh di Jeju karena dia tidak sanggup lagi berada di
Seoul??"
"Aeri nuna...ada di Jeju?" tanya Changmin. Sungmin memandangnya
letih.
"Ne. Bukan hanya Yunho dan aku yang sakit karena peristiwa
itu. Aeri...adalah yang paling menderita. Dia ditolak oleh Sooyeon-ssi.
Selain itu, orang yang dia cintai juga meragukannya. Apa kau pikir itu
hal yang mudah untuk seorang gadis??"
Changmin tertegun. Yunho juga pergi
dari Seoul, karena Aeri. Kenapa dua orang yang saling mencintai harus
mengalami hal semacam ini? Jung Sooyeon, seharusnya bisa Yunho dan Aeri
atasi bersama dengan cinta mereka. Tapi kenapa kesalahpahaman menjadikan
semuanya berantakan seperti ini? Changmin masih sibuk dengan pikirannya
ketika bel berbunyi dan membuyarkan pikirannya. Jieun melarang Sungmin
membukakan pintu.
"Tidak usah oppa, biar aku yang membukanya. Itu
pasti Sanghyun. Dia bilang akan datang meminjam buku." Jieun bangkit
dari duduknya dan berjalan ke pintu depan. Terdengar suara pintu dibuka,
dan suara seorang pemuda memberi salam. Pemuda? Telinga Changmin tegak.
Sungmin bangkit menuju dapur, mengambil minuman, dan hendak
mengantarkannya ke depan. Changmin segera berdiri.
"Aku
saja....yang mengantar ini ke depan. Hyung bisa istirahat
sekarang."
"Geurae? Baiklah. Ini." Sungmin menyerahkan nampan pada
Changmin, lalu dia sendiri pergi ke kamarnya. Dia lelah. Changmin
membawa minuman itu ke ruang tamu. Seorang pemuda sedang mengobrol
dengan Jieun. Sesekali mereka tertawa. Changmin berusaha untuk tidak
merengut. Dia tersenyum pada pemuda itu dan menaruh minuman di meja.
"Yeogi...
Ada minuman untuk kalian. Siapa tahu kalian haus setelah tertawa-tawa."
kata Changmin. Pemuda itu berdiri dan membungkuk pada Changmin.
"Annyeong hashimnikka, hyung. Park Sanghyun imnida. Jieun chingu." sapanya.
"Annyeong
haseyo. Shim Changmin imnida."
"Shim? Bukan Lee?"
"Ah, Sanghyun-a,
Changmin oppa adalah tetanggaku. Rumahnya yang di sebelah kiri itu,
rumah keluarga Jung.""Jung? Rumah Jung Soojung?"
"Iya. Changmin
oppa....nggg, keluarga mereka..." Jieun tampak agak susah
menjelaskan.
"Saya menumpang di sana." kata Changmin langsung. Jieun
menatapnya tajam. Changmin pura-pura tidak sadar.
"Kalian berdua sekelas? Dengan Soojung juga sekelas?" tanya Changmin.
"Betul. Apa Jieun tidak pernah cerita kalau mereka sekelas?"
"Sepertinya
mereka tidak terlalu akrab."
"Oppa, apa kau ingin terus ngobrol dengan
kami?" tanya Jieun tajam. Changmin mengangkat bahu.
"Baiklah, aku akan pulang. Sungmin hyung ada di dalam. Annyeong, Jieun-a. Annyeong, Sanghyun-ssi."
Changmin
meninggalkan rumah keluarga Lee dengan perasaan tidak enak. Pikirannya
penuh dengan Jieun dan Sanghyun. Jieun dan Sanghyun. Jieun dan Sanghyun.
"Aiiissshh,
apa yang aku pikirkan??? Sudahlah, bab 3 sudah menunggu! Fighting!"
Changmin berlari-lari dan berhenti di pintu gerbang rumah keluarga Jung.
Yunho sedang duduk di beranda. Changmin membuka pintu gerbang perlahan
dan masuk. Dia duduk di samping Yunho.
"Hyung, tidak pergi?
Biasanya hyung main ke Namsan. Ah, tidak ada lagi yang diajak ke sana
ya?" sindir Changmin. Yunho memandangnya kesal.
"Hyung tidak ada
niat untuk berbaikan dengan Sungmin hyung dan Aeri nuna?"
"Sudah berapa
kali aku katakan, aku paling benci pengkhianat...."
"Aeri nuna ada di
Jeju." potong Changmin. Yunho terbelalak.
"Je...Jeju? Kenapa?"
"Kenapa?
Tentu saja karena dia ditolak oleh ibu orang yang dicintainya, dan
sekaligus diragukan cintanya oleh orang itu. Aku juga baru tahu ada
orang bodoh yang sama sekali tidak bisa berpikir jernih dan malah
membuang orang-orang yang mencintainya."Plakk! Sebuah tamparan mendarat
di pipi Changmin. Panas. Sakit. Yunho menampar Changmin dengan sekuat
tenaga. Mata Yunho memerah.
"Apa Sungmin yang mengatakan itu
padamu?"
"Apa itu masih mengganggumu hyung? Lalu kenapa kamu harus
pura-pura menahan sakit sendirian?"
"Kamu tidak tahu apa-apa. Sudahlah."
Yunho bangkit dan berjalan terhuyung ke dalam rumah. Changmin menghela
nafas. Darah Jung Sooyeon memang tetap mengalir pada Yunho. Keras
kepala.
--------------
Changmin sudah seharian di kamar.
Targetnya wisuda bulan Mei. Sekarang sudah tanggal 1 April. Sekitar 80%
sudah tercapai. Dia agak malas keluar kamar. Sejak malam itu, dia dan
Yunho tidak banyak bicara. Yunho telah mulai bekerja di firma hukum Han.
Training di Busan selama beberapa bulan kemarin benar-benar diuji
aplikasinya. Maklum saja, firma hukum Han adalah satu dari 10 firma
hukum terkemuka di Korea Selatan.
Toktoktok, pintu kamar Changmin diketuk. Changmin mendongak. Jung Soojung.
"Ada
apa?"
"Oppa tidak ingin makan?"
"Aku belum lapar."
"Oppa,
apa....aku...boleh mengatakan...sesuatu?"
"Sejak kapan kamu minta izin
untuk mengatakan sesuatu?" Changmin balas bertanya.
Putri kesayangan
Jung Sooyeon ini sebenarnya selalu berusaha bersikap baik pada Changmin,
tapi Changmin secara tidak sengaja tahu bahwa Soojung juga menolak saat
Jung Sooman hendak merawat Shim Sooyoung, ibu Changmin, di rumah ini.
Changmin masih sangat ingat apa yang dikatakan Soojung. Saat itu musim
panas setahun yang lalu. Kondisi Sooyoung sudah stabil sehingga Sooman
berniat membawa Sooyoung ke rumah. Sooyeon dan Soojung yang menolak
keras rencana itu.
"Aku tidak mau seorang ajumma yang kurang waras
berkeliaran di rumah!" kata Soojung saat itu. Hati Changmin serasa
dirobek saat mendengar kalimat itu keluar dari seorang gadis kelas 1
SMA. Sejak saat itu, Changmin mengambil jarak dengan keluarga Jung.
Apalagi Yunho juga sedang ada training di Busan sehingga jarang sekali
pulang. Sempurnalah tembok tinggi itu terbangun antara Changmin dan
keluarga Jung. Jung Sooman, pamannya, hanya peduli pada Sooyoung karena
Changmin adalah anak dari Sooyoung dengan pria yang tidak disukai
Sooman. Marga Shim inilah tembok di antara mereka.
"Oppa, neomu johahaeyo...." kata Soojung sambil menunduk. Changmin mengangkat wajahnya, mendongak menatap gadis itu.
"April
Mop kan? Astaga Soojung, kamu pikir aku tertipu dengan hal seperti
ini? Aniyo. Sudahlah, aku sedang mengerjakan skripsiku. Bukankah hyung
sudah pulang, kenapa kamu justru ke sini, bukannya melepas rindu
dengannya?"
Soojung tidak menjawab. Matanya berkaca-kaca.
"Nappeuneum.
Oppa nappeuneum!" serunya. Dia langsung berbalik dan berlari ke
kamarnya. Brakk! Suara pintu kamar yang dibanting terdengar. Changmin
terdiam, tidak mengerti. Kemudian terdengar langkah kaki cepat menuju
kamar Changmin. Jung Sooyeon muncul dari pintu kamar.
"Apa yang
kamu lakukan, baboya! Lagi-lagi kamu membuat masalah saja!" dia langsung
mendamprat Changmin. Changmin memandangnya dingin. Wanita inilah
penyebab semua hal buruk yang terjadi di sekitarnya.
"Percuma saja
anda bicara seperti itu padaku. Soojung yang datang kemari dan
menangis. Aku tidak berbuat apa-apa." Jung Sooyeon melotot dan
meninggalkan kamar Changmin. Changmin menggeleng-geleng.
"Muncul
lagi satu masalah. Aku hanya ingin skripsiku cepat selesai. Sepertinya
aku harus ke rumah sakit besok." gumamnya. Dia meraih HP, lalu mengetik
SMS. Sebuah balasan segera datang, dan Changmin tersenyum.
----------
Changmin
berdiri di depan sebuah SMA. Sudah sekitar 5 menit dia berdiri dan
sedikit mondar-mandir. Beberapa anak SMA yang lewat berbisik-bisik
sambil melirik (memandang sebenarnya) pada Changmin. Di mata mereka,
Changmin adalah anak kuliahan yang keren. Mereka semua penasaran siapa
yang ditunggunya.
Soojung dan teman-temannya berjalan melewati
gerbang. Miyeon, salah seorang teman Soojung, melihat Changmin dan dia
segera menarik Soojung.
"Soojung-a, bukankah dia kakak keren yang
ada di rumahmu? Kenapa dia ada di sini?"
"Entahlah. Aku juga tidak
tahu."
"Ya, bukankah kemarin kamu mengatakan perasaanmu padanya?
Sepertinya dia menerimanya!"
Teman-teman Soojung menggodanya dengan suit-suit usil. Soojung, antara percaya dan tidak, tapi mukanya sudah memerah.
"Ayo,
kita hampiri dia!" kata Miyeon. Mereka berlima akhirnya mendekati
Changmin. Changmin malah tidak menyadari kehadiran mereka sebelum
Soojung menyapanya.
"Oppa, sedang apa di sini?" tanya Soojung. Changmin terkesiap, lalu memandang Soojung.
"Soojung-a?
Aaah, maaf, aku tidak sadar. Aku menunggu Jieun. Ah, bukankah kalian
sekelas? Kenapa dia belum keluar?"Soojung, setelah mendengar nama Jieun
lagi, senyumnya lenyap.
"Entahlah, mungkin dia sedang membersihkan
kelas atau semacamnya." kata Soojung ketus. Teman-teman Soojung saling
sikut. Miyeon lalu berkata, "Sepertinya aku tadi melihat Jieun dan
Sanghyun di taman sekolah..."
Soojung menghela nafas kesal. "Oppa,
kami pulang dulu. Annyeonghi gyeseyo!" Soojung menarik teman-temannya
yang sepertinya masih ingin memandangi Changmin lebih lama. Lima gadis
itu pergi ke halte bus. Changmin masih berdiri sambil memandangi
gerbang. Tak lama kemudian, Jieun keluar. Bersama seorang pemuda. Yang
kemarin ke rumah Jieun.
"Sepertinya aku tadi melihat Jieun dan Sanghyun di taman sekolah..."
Changmin
baru menyadari apa yang dikatakan oleh teman Soojung tadi. Tanpa bisa
ditahan, hatinya merasa kesal melihat mereka berdua berjalan ke arahnya
sambil tertawa-tawa.
"Annyeong haseyo, oppa. Sudah lama?" sapa Jieun. Sanghyun juga segera menyapa Changmin. Changmin tersenyum dipaksakan.
"Kita berangkat sekarang?" tanya Changmin.
"Iya.
Ah, Sanghyun akan ikut dengan kita. Dia sedang ada tugas penelitian
kemasyarakatan, dan dia merasa bahwa rumah sakit rehabilitasi jiwa
adalah ide bagus."
"Geurae? Kalau begitu, ayo kita berangkat.
Sanghyun-ssi, jangan kaget ya kalau ibuku pasien di sana!"
"Oppa bicara
apa? Sooyoung ajumeoni di sana kan volunteer!" Jieun tampak kurang suka
dengan cara bicara Changmin. Sanghyun menjadi tidak enak. Dalam
perjalanan ke rumah sakit, mereka bertiga hanya diam. Jieun merasa aneh.
Kenapa Changmin yang biasanya cerewet menjadi pendiam? Apa dia sedang
badmood? Jieun tidak tahu, Sanghyun adalah penyebab semua itu.
"Eommoni!"
seru Changmin sambil menghampiri ibunya. Sooyoung tersenyum lembut.
Putra kecilnya itu telah tumbuh semakin tinggi. Di belakang Changmin,
tampak Jieun tersenyum sambil membawa sekeranjang apel.
"Aigoo, Jieun-ssi, kamu tidak usah repot-repot!"
"Ah, tidak kok ajumeoni. Saya hanya membawakan oleh-oleh Changmin oppa."
Sanghyun berjalan-jalan di rumah sakit rehabilitasi jiwa itu. Tempat ini sepertinya cocok untuk penelitian kemasyarakatannya.
"Sedang mencari mangsa?" Changmin tiba-tiba muncul di belakangnya. Sanghyun sedikit kaget.
"Hahaha,
saya hanya sedang mengamati hyung. Tempat ini bagus sekali. Apa ini
milik swasta?"
"Ya, ini milik Yayasan Gyeoul Jangmi. Yayasan ini juga
yang memberiku beasiswa.""Wah, menarik sekali! Apa hyung kenal dengan
pengelolanya?""Tentu saja. Apa kau ingin mengadakan wawancara?" tanya
Changmin. Sanghyun mengangguk antusias.
"Mengenai kau dan Jieun,
apa..kalian....hanya teman?""Sebenarnya hyung, naega Jieun
johahamnida..." kata Sanghyun malu-malu. Changmin tertegun.
"Apa yang kalian bicarakan?" Jieun menghampiri mereka.
"Ah, bukan apa-apa. Hanya tentang rumah sakit ini." kata Sanghyun cepat. Dia tidak ingin pembicaraan tadi didengar Jieun.
"Ooh.
Oppa, apa oppa kenal dengan nenek itu?" Jieun menunjuk seorang nenek
yang sedang duduk di bangku bersama seorang kakek. Si nenek menyandarkan
kepalanya di bahu si kakek.
"Kenal. Itu Nyonya Bae, dan suaminya.
Kenapa?"
"Mereka berdua romantis sekali. Siapa ya, pria yang akan
bersamaku sampai tua nanti?" celetuk Jieun, terbawa suasana. Wajah
Sanghyun memerah mendengar itu. Bibir Changmin bergetar.
"Bukankah
kamu sudah berjanji untuk tinggal di istana bersamaku?" seru Changmin
tanpa sadar. Jieun dan Sanghyun terbelalak memandang Changmin. Wajah
Jieun memerah. Changmin menutup mulutnya.
------------
Yunho menggenggam tiket pesawat di tangannya. Matanya terpejam.